Lihat ke Halaman Asli

mcDamas

Wiraswasta

Perilaku Anas yang Makin Tidak Simpatik

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13891537601361588778

[caption id="attachment_304778" align="aligncenter" width="640" caption="gambar: wartanews.com"][/caption] Setelah sekian lama menyandangkan status tersangka, penyidik KPK memanggil Anas untuk datang ke gedung KPK guna pemeriksaan terkait kasus Hambalang. Tetapi bukan sikap taat atau low profile dan menampilkan diri sebagai role model bagi rakyat untuk menghormati aparat, Anas justru menunjukkan kejumawaannya. Jumawa secara sederhana dapat diartikan sebagai gede rasa, “lue mau apa sama gua”, begitu kira-kira. Anas yang dulu dikenal intelek, santun dan bersih kini berubah menjadi tinggi hati dan belepotan kasus korupsi. Sebagai “bintang muda”, Anas sempat menjadi idola banyak orang karena penampilan dan karir politiknya yang cemerlang hingga dia mampu meraih pucuk pimpinan partai Demokrat, partai penguasa. Semua serta merta berubah ketika Nazaruddin, sang bendahara partai, berurusan dengan KPK karena berbagai kasus korupsi. Nazaruddin yang tidak mau sendirian dipenjara, bernyanyi dan menyeret siapa saja yang bersama dia melakukan perampokan uang negara. Nama Anas dkk. pun muncul dan beberapa diantaranya telah disidik KPK atau dipenjara. Ternyata nyanyian Nazaruddin yang awalnya dianggap radio rusak, satu per satu terbukti. Tetapi orang-orang yang muncul dalam nyanyian tersebut dengan taat memenuhi panggilan KPK. Sebaliknya, Anas yang notebene adalah pemimpin mereka dan menjadi figur yang mereka kagumi, menunjukkan sikap berbeda. Mungkin karena malu atau faktor lain, Anas selalu menunjukkan perlawanannya baik melalui kata-kata maupun tindakan terhadap KPK dan para lawan politiknya. Hal pertama dan selalu diingat oleh publik atas kejumawaan Anas ialah saat masih menjabat ketua umum PD dan belum ditetapkan sebagai tersangka; Anas dengan lantang menyatakan siap digantung di Monas bila terbukti terlibat korupsi Hambalang. Saat setelah menyandang status tersangka, perlawanan Anas tidak berhenti; tanpa sungkan Anas membentuk organisasi massa PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia) dengan merekrut mereka yang dikenal sebagai loyalis Anas. Melalui PPI ini Anas seakan menunjukkan bahwa dia bukan tokoh sembarangan; omongan dan pengaruhnya mampu menggoncangkan Indonesia. Rentang waktu yang lama pemanggilan KPK sebagai tersangka membuat jumawa Anas semakin menjadi. Dari balik benteng PPI, Anas dengan leluasa melontarkan ancaman-ancamannya baik terhadap KPK maupun terhadap mantan kolega partainya seperti SBY, Ibas dan yang lainnya. Anas berusaha memberi isyarat bahwa dia memiliki kartu truf untuk dengan mudah mematikan langkah orang-orang yang ingin memenjarakannya. KPK adalah lembaga negara; kebetulan tinggal KPK yang masih sangat dipercaya oleh publik untuk mengatasi kasus-kasus korupsi yang mewabah luas di negeri ini. Melawan KPK sama artinya dengan melawan negara, dimana pemilik kedaulatannya adalah rakyat. Menantang KPK berarti menantang rakyat. Pada panggilan pertama oleh KPK tanggal 7 Januari 2014 sebagai tersangka guna penyelidikan, Anas mangkir, tetapi justru mengirimkan orang-orangnya untuk maju. Untuk pemanggilan kedua yang dijadwalkan Jumat 10 Januari 2014 ini, kembali para loyalis Anas melontarkan ancaman dan gertakannya bahwa mereka memiliki kejutan untuk KPK. Bila disimak perjalanan Anas selama ini, publik patut menaruh curiga terhadap Anas akan kemewahan hidup yang dimiliki saat ini. Sebagai seorang yang berangkat dari aktifis Kampus, bukan keturunan pengusaha dan tidak memiliki bisnis yang menonjol tetapi bisa memiliki rumah megah, mobil mewah dan harta berlimpah; dari mana semua itu sumbernya. Maka bila KPK memberi status tersangka dan kemudian mendakwa bahwa Anas terlibat kasus mega korupsi Hambalang, orang awam pun dapat memahaminya. Oleh karena itu, bila Anas ini benar tokoh HMI dan ingin menunjukkan diri sebagai generasi bertanggungjawab, maka memenuhi panggilan KPK secara sukarela tanpa ancam mengancam adalah wajib. Setelah itu, silahkan semua dibongkar secara blak-blakan di depan penyidik KPK siapa saja yang terlibat berjamaah dalam kasus Hambalang. Tidak perlu menyandera negeri ini dengan perilaku saling mengancam. Dengan demikian publik akan sangat simpatik dan mengenang Anas sebagai pahlawan yang berjasa dalam pemberantasan korupsi, bukan sebagai pecundang seperti yang ditunjukkan selama ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline