Lihat ke Halaman Asli

mcDamas

Wiraswasta

Akademi Fantasi Konvensi Partai Demokrat

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13904082091897445696

[caption id="attachment_307641" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar: tribunnews.com"][/caption] Akademi Fantasi dikenal publik sebagai ajang pencarian bakat untuk mereka yang ingin jadi penyanyi yang diselenggarakan oleh stasiun TV Indosiar. Program ini kemudian dikenal dengan AFI, adaptasi dari acara serupa di Meksiko yaitu La Academia. Setelah lolos audisi tingkat pertama, para akademia (demikian sebutan peserta AFI) diberi kesempatan untuk bersaing memperebutkan posisi juara berhadiah mobil dan uang tunai dan akan diorbitkan menjadi artis penyanyi. Konvensi Partai Demokrat tidak berbeda dari AFI. Konvensi ini juga merupakan ajang pencarian bakat bagi mereka yang berambisi menjadi presiden yang difasilitasi oleh Partai Demokrat. Pemenang konvensi akan mendapat kesempatan menjadi calon Presiden 2014 dari partai Demokrat. Konvensi ini juga merupakan adaptasi dari konvensi serupa yang pernah dilakukan oleh Partai Golkar di tahun 2004 atau dari Konvensi Partai Demokrat di Amerika Serikat. Nasib dua pencarian bakat tersebut di atas juga nyaris sama; kurang menarik perhatian publik dan riuh rendahnya hanya dinikmati oleh mereka yang terlibat dalam penyelenggarakan acara tersebut. Sejak diluncurkan di pertengahan 2013 yang lalu, tak terasa kini Konvensi partai Demokrat sudah memasuki babak yang mereka sebut “Debat Bernegara” atau di AFI disebut "Panggung Eliminasi". Acara debat ini diselenggarakan di 10 kota besar Indonesia dan merupakan kelanjutan dari proses tahap dua yaitu “Debat Terbuka” bersama media massa pada 6-9 Januari yang lalu. Sebagaimana kita ketahui, Konvensi PD diikuti oleh 11 peserta dengan komite konvensi yang diketuai oleh Maftuh Basyuni (mantan menteri Agama RI). Adapun 11 peserta tersebut adalah Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo dan Sinyo Haris Sarundajang. Nama-nama ini sebenarnya secara portfolio sangat berbobot karena mereka adalah profesional di bidangnya masing-masing. Tetapi mengapa Konvensi tidak bergaung atau menyedot perhatian khalayak? Ada beberapa faktor penyebab utama; di antaranya dan yang paling krusial adalah faktor penyelenggara. Faktor partai Demokrat sebagai penyelenggara Konvensi sangat berpengaruh. Lebih-lebih setelah melihat begitu banyak kader partai ini yang terseret dalam berbagai skandal korupsi, publik jengah dengan berbagai hal yang berbau partai Demokrat. Faktor lainnya adalah para peserta Konvensi yang didominasi oleh tokoh elit yang tidak merakyat. Tokoh-tokoh seperti ini dikenal hanya pandai berbicara atau beretorika, tetapi kerja nyatanya nihil; dalam istilah lain NATO (No Action Talk Only). Belum lagi menyangkut isu sumber pendanaan untuk membiayai konvensi; beberapa sumber menyatakan bahwa skandal SKK Migas yang saat ini sedang ditangani oleh KPK ada hubungannya dengan isu ini. Ditambah desas desus yang menyatakan bahwa Pramono Edhie Wibowo, adik ipar SBY, diskenariokan menjadi pemenangnya; lengkap sudah sisi negatif yang menghambat suksesnya Konvensi. Tidak terasa prosesi Konvensi sudah mendekati babak-babak akhir. Konvensi sejatinya diselenggarakan untuk menaikkan elektabilitas dan popularitas partai Demokrat jelang Pemilu 2014, ternyata tak sesuai harapan; gaungnya nyaris tak terdengar. Yang justru mencuri perhatian adalah kekisruhan yang terjadi di internal komite penyelenggara konvensi saat salah satu tim komite audit survei konvensi, Hamdi Muluk, mundur karena tidak ada surat keputusan pengangkatan dari Demokrat untuk keanggotaannya di komite. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas hasil konvensi bila untuk panitia penyelenggara saja tidak jelas SKnya. Bisa jadi pemenang Konvensi ini saling menggugat atau tiba-tiba didiskualifikasi karena status anggota komite konvensi yang tidak sah secara hukum. Untung saja sistem penentuan pemenangnya bukan berdasarkan banyaknya SMS yang masuk!? Pendek kata, Konvensi Partai Demokrat yang digadang-gadang sebagai sebuah “terobosan cerdas” SBY? dalam menjaring calon Pemimpin Nasional ternyata tak lebih dari Akademi Fantasi Calon Artis; ramai di dalam tetapi sepi di luar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline