Fenomena
Sistem Manajemen K3 di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal utama dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 adalah adanya komitmen dari perusahaan terhadap Sistem Manajemen K3 itu sendiri.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 87 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Dalam penerapan Sistem Manajemen K3,komitmen manajemen merupakan hal yang pertama, mendasar dan sangat vital untuk mencapai kinerja K3 yang optimal. Jika manajemen menunjukkan komitmen K3, maka sistem K3 akan efektif dapat dikembangkan dan dipertahankan. Namun kenyataan di lapangan menunjukan bahwa, di sebagian Perusahaan menganggap K3 tidak penting. Perusahaan lebih memprioritaskan kepada produktivitas dan kinerja karyawan yang sesaat, sehingga kurang memperhatikan kebutuhan Keselamatan dan kesehatan kerja Karyawan. Padahal karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan fakto terpenting dalam suatu organisasi, apabila karyawan tidak dijamin K3nya, tentunya akan menurunkan motivasi, kemampuan, dan kepuasan kerjanya. Dampaknya dapat mengganggu kinerja karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan (Oemar, 2003)
Mangkunegara dalam (Prayogi et al., 2019) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja baik dari aspek kualitas dan kuantitas yang diraih pekerja guna melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Setiap perusahaa mengharapkan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,melalui perolehan kinerja yang dihasilkan karyawan. Kompleksitas kinerja adalah hal yang dibutuhkan oleh perusahaan, karena semakin tinggi kinerja karyawan, maka profitabilitas yang didapat pun juga semakin tinggi.
Teori
Program keselamatan dan kesehatan kerja sebaiknya dimulai dari tahap yang paling dasar, yaitu pembentukan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (Reason, 1997). Dan program keselamatan dan kesehatan kerja dapat berfungsi dan efektif, apabila program tersebut dapat terkomunikasikan kepada seluruh lapisan individu yang terlibat pada seluruh departemen pekerjaan.
Goetsch dalam bukunya "Occupational Safety and Health for Technologists, Engineers, and Managers" (2011) menyatakan bahwa K3 adalah ilmu dan praktik untuk mengenali, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang timbul di tempat kerja, guna mencegah cedera atau penyakit yang mungkin dialami oleh pekerja.