Keberhasilan serta kesuksesan suatu perusahaan sangat dipengaruhi dari bagaimana perusahaan mengelola sumber daya yang dimiliki, hal tersebut membuat para pengusaha sadar akan nilai investasi karyawan menjadi salah satu aset penting perusahaan. Sumber daya adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu, memanfaatkan kesempatan yang ada, serta kemampuan untuk mampu membebaskan diri dari kesulitan yang dialami (Ardana, 2012).
Manajemen sumber daya manusia artinya kegiatan yang penting disebuah organisasi. Organisasi perlu mengatur sumber daya manusia untuk mencapai tujuan, dengan melakukan investasi dalam penerimaan, penyeleksian dan mempertahankan sumber daya manusia yang potensial agar tidak terkena dampak turnover. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai peran penting dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi.
Perkembangan organisasi dewasa ini menemui permasalahan pada hal perputaran karyawan. Hal ini bisa menyebabkan perseteruan pada organisasi yang di kenyataannya ada banyak konsekuensi negatif dalam organisasi jika tingkat turnover karyawan tinggi (Randhawa, 2007). Perpindahan karyawan (employee turnover) ialah suatu fenomena yang sering terjadi pada sebuah perusahaan maupun organisasi, yang bisa diartikan sebagai tenaga kerja keluar dan masuk disebuah organisasi (D. Utama & Sintaasih, 2015).
(Paoline & Lambert, 2012) mengemukakan bahwa komitmen organisasi merupakan obligasi buat seluruh organisasi, serta tidak untuk pekerjaan, kelompok kerja, maupun keyakinan akan pentingnya pekerjaan itu sendiri. Sedangkan (Hayati et al., 2020) mengatakan bahwa karyawan yang mempunyai komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi buat hadir dalam organisasi serta berusaha untuk mencapai tujuan organisasi, di sisi lain, komitmen organisasi yang tinggi mempunyai hubungan negatif dengan tingkat turnover karyawan. Organisasi membutuhkan karyawan berkomitmen untuk menghadapi kompetisi, karena komitmen organisasi ialah keadaan psikologis yang mengikat karyawan untuk sebuah organisasi (Nadapdap, 2017). (Loan, 2020) mengatakan karyawan yang berkomitmen untuk organisasi mereka akan mempunyai keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu.
Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi suatu organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi di periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan buat berpindah (turnover intentions) mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover bisa berupa perpindahan keluar unit organisasi, pengunduran diri, pemberhentian serta kematian anggota organisasi, keinginan buat meninggalkan suatu organisasi pada umumnya didahului niat karyawan yang dipicu antara lain oleh ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan serta rendahnya komitmen karyawan buat mengikatkan diri pada organisasi (Jaya & Widiastini, 2021).
Turnover karyawan terjadi pada setiap organisasi atau perusahaan. Semakin banyak karyawan yang keluar serta masuk ke dalam suatu perusahaan maka akan mempengaruhi tingkat turnover karyawan di sebuah perusahaan tersebut. Jumlah karyawan masuk artinya besaran berapa jumlah karyawan yang masuk atau pekerja baru pada bulan tersebut. Sedangkan karyawan yang keluar merupakan karyawan yang berhenti baik secara voluntary maupun involuntary. Jumlah karyawan awal ialah jumlah karyawan pada awal bulan serta jumlah karyawan akhir merupakan jumlah karyawan yang masih bekerja pada akhir bulan itu.
Turnover bisa dilakukan dengan cara yang berbeda. Seperti yang dikatakan oleh (Malthis & Jackson, 2006) bahwa perputaran dibedakan menjadi 2, yaitu perputaran secara tidak sukarela (involuntary turnover) serta perputaran secara sukarela (voluntary turnover). Turnover secara tidak sukarela terjadi karena suatu kebijakan dalam perusahaan untuk memberhentikan pegawai dari pekerjaannya di perusahaan itu. Sedangkan turnover secara sukarela terjadi disebabkan oleh keinginan dari diri pegawai itu sendiri untuk meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja. Serta intensi turnover membahas keadaan dimana pegawai memiliki keinginan untuk meninggalkan perusahaan atas keinginan sendiri. Sebuah perusahaan akan mempertahankan pegawai yang mempunyai kinerja baik dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, mengetahui intensi turnover karyawan dalam perusahaan atau organisasi sangat penting untuk diperhatikan. Menurut (J. Newstrom, 2014), intensi turnover yang terjadi dalam pegawai penting untuk diperhatikan agar bisa menentukan langkah ataupun tindakan yang diperlukan sebelum pegawai benar-benar keluar dari perusahaan, tindakan tersebut diperlukan agar bisa mempertahankan pegawai yang dibutuhkan oleh perusahaan.
(Taylor, 2002) mengatakan bahwa keinginan berpindah bisa disebabkan oleh kepuasan kerja yang kurang, keterlibatan kerja yang kurang, serta stress kerja yang dialami pegawai. Kepuasan kerja yang tinggi cenderung mengurangi tingkat keinginan untuk berpindah. Kepuasan kerja ini memiliki hubungan yang negatif dengan keinginan berpindah dari karyawan. Karena biasanya semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan maka keinginan untuk berpindah dari perusahaan ia bekerja ke perusahaan lain semakin rendah, sedangkan kepuasan kerja yang rendah akan meningkatkan tingkat keinginan berpindah dari seorang karyawan. (Blau & Boal, 1987) mengatakan bahwa keterlibatan pegawai yang tinggi mengakibatkan intensi turnover yang rendah dan sebaliknya, keterlibatan pegawai yang rendah atau apatis akan meningkatkan tingkat turnover pegawai. Turnover sering terjadi pada karyawan yang mempunyai pengalaman stress dalam bekerja. Stress yang terjadi pada saat bekerja bisa mempengaruhi hasil pekerjaannya. (Sunarsi, 2019) mengatakan bahwa stress kerja bisa dipengaruhi oleh role conflict, role ambiguity, serta role overload.
Dampak positif turnover diantaranya, muncul ide-ide baru dari pegawai yang baru, perusahaan bisa menggantikan pegawai yang mempunyai kinerja buruk dengan memasukkan karyawan yang lebih kompeten. Untuk dampak negatifnya, yaitu biaya perekrutan, biaya training, berkurangnya pendapatan, dan dalam masa transisi pergantian dapat membuat produktivitas dalam perusahaan menjadi menurun.
Dalam praktiknya, tingginya tingkat turnover yang menyebabkan tingginya klaim kompensasi pengangguran oleh mantan karyawan meningkatkan biaya pajak pengangguran dalam dua cara. Pertama, negara menaikkan tarif pajak pemberi kerja (dalam hal ini disebut "penalti"). Kedua, pemberi kerja harus membayar pajak pengangguran tambahan yang rutin karena adanya pergantian pekerja. Misalnya, pada salah satu Hotel yang ada di Jogja dengan 100 karyawan dengan tingkat turnover tahunan sebesar 19% (yaitu, 19 orang). Dengan rata-rata gaji karyawan pada hotel bintang 4 di Indonesia sebesar Rp4.000.000. Maka, total kenaikan pajak pengangguran dihitung sebagai berikut: