Kuawali ceritaku sebelum bekerja sebagai PRT. Saya bekerja membuat bros dengan berbagai model, hampir 20 model bros saya kuasai selama 6 tahun. Tapi lambat laun kurasakan mata ini mulai tidak terang seperti dulu. Kalau dibuat melihat atau membaca tanpa kacamata seperti kabur, penglihatan jadi tidak jelas. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti bekerja.
Kurasakan diam di rumah jenuh. Kegiatanku hanya antar jemput anak sekolah, sementara kebutuhan semakin hari bertambah terus. Aku mencoba mencari pekerjaan lagi untuk meringankan beban suami, akhirnya aku bekerja di konveksi, menjahit masker selama 1,5 tahun. Pekerjaan menjahit ini juga berpengaruh pada penglihatanku, waduh terpaksa saya berhenti bekerja lagi. Tidak lama di rumah, kira-kira 1 bulanan ada yang menawari kerja jadi PRT. Dalam hati kecil aku malu kerja jadi PRT karena pekerjaan ini dipandang rendah sama orang, juga tidak ada pengalaman sama sekali untuk bekerja di bidang ini. Tapi kutekadkan karena kebutuhan mendesak, aku memberanikan bernego dengan majikan soal upah dan jam kerja. Aku mendapat upah 30.000, bekerja dari jam setengah tujuh sampai jam sebelas. Mulailah babak baru kehidupanku menjadi seorang Pekerja Rumah Tangga.
Beberapa teman seprofesi mengajakku bergabung kegiatan, katanya organisasi PRT Se-Malang Raya. Aku coba-coba ikut kegiatan itu. Pernah satu kesempatan saya ikut pertemuan, diisi dengan belajar bersama PRT yang sudah pernah ikut sekolah PRT. Aku baru tahu, ternyata PRT juga ada sekolahnya. Waktu itu ada sesi praktek setrika, mbak Parwati PRT dari Tunjung Tirto yang mengajari karena kami, ternyata dia lebih dulu bersekolah dan diajari macam-macam keterampilan untuk pekerjaan rumah tangga.
Sore itu kami belajar cara setrika yang benar, bagaimana menyetrika hem, sprei dan pakaian dengan bahan-bahan yang berbeda. Bekal pelajaran menyetrika itu aku mempraktekkan di tempat kerja. Setelah melihat hasilnya, majikanku bilang begini, "Lho Tut, setrikaanmu kok beda dari biasanya?" Saya jawab, "... memang kenapa cik?" Majikanku bilang, "sekarang kok rapi, untuk hemnya juga cocok setrikaanmu kata bapak. Yowes Tut, mulai saiki kamu tak gaji 35.000. Tapi yo ditingkatno terus kemampuanmu, apalagi sekarang sudah diadakan sekolah." Aku tidak menyangka bahwa keterampilan baruku memberikan peningkatan pada upah kerjaku. Senang hatiku, aku sangat berterima kasih pada tim LPKP, ILO dan JARAK karena diberi kesempatan untuk mengikuti sekolah PRT.
Pengalamanku tidak berhenti pada peningkatan upah saja. Ada banyak ilmu yang saya peroleh selama belajar tentang mengatur rumah tangga yang bisa dipraktekan di rumah majikan (termasuk di rumah sendiri). Salah satunya adalah cara menghilangkan kerak-kerak kamar mandi. Sudah kulakukan untuk membersikan rumah majikan dan hasilnya majikanku puas. Dia mengatakan bahwa kegiatan sekolah PRT memberikan manfaat padaku dan langsung bisa dirasakan untuk rumah tangganya. Ah, ternyata benar juga, sekolah PRT itu mendukung pekerjaanku, bisa membantu pekerjaanku lebih dihargai karena bisa memberikan hasil yang oke. Majikan dan suami juga akhirnya mendukungku ikut organisasi PRT. Mereka mengatakan kegiatan itu berdampak positif. Aku tambah senang dan bangga dengan pekerjaanku.
Oya, masih ada kejadian di rumah majikan yang bisa kuselesaikan berkat ilmu sekolah PRT. Waktu itu wastafel buntu, majikan tanya, " Tut, iki opo wes diajari ndek sekolahmu, carane ngatasi wastafel koyok ngene iki?" Dengan mantap aku menjawab, sudah. Aku segera mengerjakan dengan cara memberi soda kue sama cuka, akhirnya wastafel lancar airnya. Wah, benar-benar bermanfaat ilmu dari para tutor di sekolah PRT. Tidak sia-sia aku ikut sekolah PRT, meluangkan waktu di malam hari tiap ada sesi belajar bersama bapak/ibu tutor selama ini.
Alhamdullilah, aku juga mulai menyampaikan pada majikan bahwa sekarang itu sebutan babu dan pembantu diganti menjadi pekerja. Aku mencoba memberikan penjelasan (sesuai pemahamanku ya) kalau pembantu itu cuma bantu-bantu sifatnya, sedangkan sebutan pekerja itu berarti bertugas atau melakukan sebuah pekerjaan. Seperti pekerjaan lainnya yang mendapatkan upah, Pekerja Rumah Tangga juga seharusnya mendapat upah yang layak. Aku menambahkan, termasuk juga kalau PRT ada kelebihan jam kerjanya, tidak seperti di awal perjanjian, harusnya ada uang lembur. Semua itu aku coba komunikasikan pada majikan supaya perjuangan kerja layak PRT ini bisa berhasil. Kan, kami juga yang harus berjuang untuk hidup yang lebih layak!
Rupanya berkat ucapanku beberapa waktu lalu, majikanpun mempertimbangkan tentang lembur itu. Pernah suatu ketika majikan pergi untuk tes darah, rupanya prosesnya belum selesai sampai mendekati jam pulangku. Majikan menelpon dan memintaku untuk tinggal lebih lama......ternyata majikanku memperhitungkan waktu "stand by"itu dengan memberikan tambahan padaku. Wah, benar ya, perjuangan itu harus dimulai dengan langkah berani bersikap dan konsisten. Kami PRT yang bergabung dalam organisasi juga selalu belajar bagaimana bisa menyampaikan sikap perjuangan kami. Dengan memulai bicara dan memperkenalkan kerja layak pada majikan, keluarga dan banyak orang, kami PRT dihargai dan diperlakukan seperti pekerja lainnya, tak dipandang sebelah mata lagi.
Aku masih harus berjuang bersama teman-teman yang lain. Masih banyak PRT yang belum menerima perbaikan situasi kerja seperti yang aku alami. Sedikit demi sedikit memang sudah kurasakan ada kemajuan, tapi aku juga harus menyuarakan PRT adalah Pekerja dengan lantang supaya teman-teman lain yang belum berani bersuara, bisa mendapatkan perlakuan yang layak juga.
Aku berjuang bersama PRT lainnya dalam Organisasi Anggrek Maya, menyampaikan tujuan PRT adalah Pekerja, Kerja Layak PRT untuk kehidupan yang lebih adil bagi Pekerja Rumah Tangga!
Salam manis,