Lihat ke Halaman Asli

G-Terik: Gerakan Literasi Cilik

Diperbarui: 22 Juli 2016   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

G-Terik, Gerakan Literasi Cilik, berangkat dari sebuah impian kecil. Dunia anak yang penuh imajinasi butuh didengarkan, diakui, dihargai, dan sekaligus didampingi. Bahwa hadirnya anak "menciptakan" sosok orang tua adalah fakta tak terbantahkan. Menjadi orang tua bisa dijalankan dengan alamiah. Apa yang dulu diajarkan oleh orang tua diberlakukan ulang. Modifikasi kecil di sana sini dinilai cukup. Kita masih lekat dengan tradisi orang tua yang irit wicara. Komunikasi dalam keluarga Jawa ditandai begitu banyak simbolisme. Banyak orang tua dari generasi sebelumnya lebih memilih melakukan aksi nyata, dan hanya sedikit sekali penjelasan verbal. Tatapan mata dengan sorot mata tertentu sudah cukup untuk "mengendalikan dan mengelola" perilaku anak.⁠⁠⁠⁠

Pola komunikasi penuh simbolisme, i.e. minim kata-kata, dan adanya keharusan dari sang anak untuk secara tepat menafsirkan maksud komunikasi non-verbal ini, memiliki sejumlah tantangan untuk diterapkan dalam era sekarang ini. Pertama, berbagai tayangan di layar kaca menghadirkan beragam jenis ekspresi wajah. Semenjak usia dini, anak sudah mengenal berbagai ekspresi wajah dari berbagai latar belakang kultural. Dengan sendirinya, ada banyak referensi kultural yang diacu. Kedua, generasi muda juga mendapat akses dan exposure bahasa verbal yang jauh lebih kaya, lebih kompleks, dan lebih intensif. Kehadiran teknologi informasi, hiburan dalam berbagai bentuk digitalnya, dan produk cetak dengan segala warna dan desainnya,  menjadikan generasi sekarang ini menjadi terbanjiri oleh berbagai stimulasi.

Ringkasnya, orang tua yang sedang mendampingi anak-anaknya hari ini memiliki tanggung jawab yang jauh lebih kompleks. Semangat zaman (Zeitgeist) hari ini ditandai dengan hal mendasar, yaitu banjirnya stimulasi digital (kaya dengan berbagai ungkapan verbal dan simbolik), dan  kemudahan akses informasi multikultural. Realitas objektif macam ini menuntut pola parenting yang berbeda. Pola relasi anak - orangtua yang minim ekspresi verbal, dan hanya mengandalkan tatapan mata penuh simbolisme dan tindakan nyata yang dimaksudkan sebagai keteladanan, tidak lagi cukup.

G-Terik sendiri adalah sebuah inisiatif kecil dari sejumlah orang tua yang tidak cukup puas dengan sekedar memainkan peran tradisional sebagai orang tua. Kelompok ini merasakan dorongan yang kuat untuk menjalani kehidupan dalam era penuh dinamika di hari ini. Bukannya mengeluhkan sulitnya menghentikan sang anak yang begitu terobsesi dengan gadget, kelompok ini memilih untuk  menggunakan apa yang anak sukai sebagai pintu masuk untuk eksplorasi segala potensi digital.

Gerakan kecil ini diwujudkan dengan memberikan apresiasi terhadap tulisan kecil yang dipublikasikan via blog. Dorongan untuk menulis dan publikasi harian tidak didasarkan pada perintah atau instruksi belaka. Baik orang tua dan anak sama-sama menulis. Anak ditemani. Orang tua menjadi teladan dalam kegiatan membaca dan menulis. Karya anak yang dipublikasikan akan dikomunikasikan ke keluarga yang lain untuk dikomentari. Dalam gerakan ini, pujian bagi anak bukan hal yang tabu. Namun, sebagaimana yang diajarkan oleh Carol Dweck, psikolog dari Stanford University, pujian ditujukan untuk memberikan apresiasi terhadap usaha keras anak, bukan pada potensi anak.

Masing-masing anak memiliki blog pribadi. Ada kesepakatan untuk membangun regularitas. Tulisan yang dihasilkan memiliki variasi, sesuai dengan usia dan pengalaman masing-masing anak. Kepada anak disampaikan bahwa mereka tidak perlu berkompetisi antar satu dengan yang lain. Adalah tanggung jawab masing-masing untuk bebas berekspresi, tanpa takut atau khawatir dinilai jelek. 

Dengan cara ini, kelompok ini hendak mendefinisikan ulang peran orang tua dalam era digital ini. Kelompok orang tua ini meyakini bahwa teknologi informasi, perkembangan zaman, dan berbagai dampak ikutannya, tidak bisa diatasi hanya dengan kebingungan dan sikap mengeluh. Justru kondisi dengan ketidakjelasan dan ketidakpastian macam ini mengundang usaha bersama untuk membangun kebermaknaan.

G-Terik sudah dimulai sejak 18 hari yang lalu. Sampai hari ini, target kerjasama penulisan dan pendampingan cerita oleh orang tua telah setidaknya berhasil mempertahankan konsistensi dalam waktu 18 hari terakhir. Bila tertarik untuk membaca, blog salah satu anak dari kelompok G-Terik ini bisa diakses di sini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline