Lihat ke Halaman Asli

Kisah Pendek Hilangnya Sandal pada Memorial Day 2011

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh, perayaan Memorial Day 30 Mei 2011 ini memang diberkati dengan langit biru yang
cerah. Chicago yang muram selama dua hari terakhir, tiba-tiba tersibak begitu indah. Orang-
orang bertebaran di jalanan seperti beras tercecer. Udara hangat yang mencapai 80 derajat
Fahrenheit sudah cukup membuat orang segera membuka jaket tebal mereka. Sejauh mata
memandang sepanjang Michigan Avenue, orang-orang - tidak peduli itu pria atau wanita -
cenderung memakai baju yang minim. Aku berjalan menyusuri jalan Pearson menuju ke arah
timur. Tujuanku jelas, aku mau menikmati udara yang hangat di tepi pantai.
Aku sudah membayangkan bahwa angin dari Michigan Lake yang berhembus kencang akan
memainkan rambutku yang telah memanjang setelah 5 bulan tidak bersinggungan dengan
gunting ini. Perjalanan terasa menyenangkan. Di tanganku, kindle aku buka, kadang-kadang aku
lirik, sambil membaca baris demi baris. Kepalaku sendiri penuh dengan pikiran yang banyak,
terbayang sungguh bentuk paper yang akan aku tulis sepulang dari perjalanan ke pantai ini.
Selepas menyeberangi Michigan Avenue, dan tepatnya di depan Ritz-Carlton Hotel Chicago, ada
sesuatu yang tiba-tiba menghantam ujung tumit kananku. Hatiku sempat berdegup kencang,
sambil melihat apa ada yang melempariku dengan sesuatu yang keras. Namun hatiku segera
menemukan kelegaan, karena tidak ada yang berniat jahat terhadapku.Tidak ada sama sekali
yang melempari, tetapi justru hal yang mengejutkan yang aku dapatkan.Ternyata sandal yang
aku beli di Manding Bantul itu mulai menganga, seperti mulut buaya yang kelaparan. Setiap
kakiku aku langkahkan, terasa ceplok ... dan ceplok ... dan ceplok. Dua blok ke depan aku masih
paksakan jalan, dengan harapan sandal itu masih bisa diajak menemaniku sampai pantai.
Namun, apa mau dikata, sandal itu makin menganga tak karuan. Akhirnya, aku pun berbalik
180 derajat. Kakiku mengarah ke arah barat lagi, kembali ke Pearson 26. Padahal jarak dengan
pantai sudah bisa dikatakan tidak terlalu jauh. Tinggal dua blok lagi sampai. Namun, sandal
yang memang telah menganga tampaknya tidak mau diajak berteman lagi. Akhirnya aku pulang
dengan kaki kanan terseret-seret. Persis seperti veteran perang yang terluka kakinya. Kalau ada
sesuatu yang cukup menghibur, itu adalah satu kaleng minuman soda yang dibagikan gratis di
perempatan Pearson - Michigan Ave. Aku minta satu, sambil aku timang-timang pulang, dan
kaki kanan masih tetap terseret-seret.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline