Melanjutkan diskusi tentang Disiplin Kelima: Systems Thinking, aku akan menghadirkan satu potongan diskusi lain dalam upaya untuk menguraikan kompleksitas pola pikir sistem ini. Mengingat bahwa banyak hal yang kita lakukan lebih dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir macam ini, semoga bagi-bagi gagasan ini mampu pun juga mampu merangsang sidang pembaca untuk melihat dan mempertimbangkan bidang ini.
***
Bila berhadapan dengan hal apapun, pikirkanlah kemungkinan terburuk. Barangkali itu salah satu nasehat orang tua yang paling aku ingat bahkan sampai saat ini. Semenjak kecil, aku sudah terbiasa dengan tajamnya analisis dari kedua orang tua terkait dengan beragam fenomena yang ada di sekitar. Kebiasaan buruk dari sebuah keluarga tetangga yang menghambur-hamburkan uang merupakan salah satu yang paling aku ingat. Keluarga ini kebetulan dianugerahi dengan bekal warisan yang cukup banyak berupa tanah dan sawah. Namun, pelan-pelan warisan ini terjual dan habis karena gaya hidup yang dipilih oleh keluarga ini. Setiap kali menjual tanah, perhiasan berupa gelang dan kalung emas menghiasi istri dan anak-anak putrinya. Hal lain yang masih aku ingat adalah ritual tahunan “Ruwahan Pindhon” – di mana warga masyarakat lain diundang menghadiri kenduri. Itulah bentuk kemewahan yang dinikmati dari hasil penjualan tanah.
Ilustrasi kecil tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami berbagai kesulitan hidup cenderung lebih peka dengan fakta-fakta kontraintuitif yang merupakan ciri khas kehidupan nyata. Bagi para korban banjir, misalnya, musim banjir dengan begitu banyak air di mana-mana, justru merupakan waktu yang paling penting untuk konservasi air bersih. Mengapa? Tanpa mempunyai simpanan air bersih, dari manakah akan diperoleh air untuk konsumsi? Keluargaku merupakan salah satu yang kurang beruntung, karena memang tidak mendapatkan warisan tanah. Hal pahit ini mengajarkan hal pokok pada kedua orang tuaku: “Bertindak-lakulah dengan penuh perhitungan. Apapun yang engkau hendak lakukan, pikirkan berulang-ulang, timbang lebih dulu mana yang baik dan menguntungkan. Namun yang lebih penting, pikirkan hal terburuk yang akan muncul. Jangan terjebak dalam kesenangan-kesenangan sesaat!”
Apa yang berlaku untuk kehidupan pribadi dan/atau keluarga macam itu pun berlaku bagi organisasi belajar. Ada beragam fakta-fakta paradoksal yang terjadi dan mesti dipahami serta disikapi dengan tepat.
1.Ketika terjadi masa-masa pertumbuhan terbaik, pastikan bahwa pada waktu itu pula kita memikirkan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi masa-masa sulit.
2.Suatu keadaan yang paling menguntungkan bagi anda sebenarnya justru merupakan masa paling buruk bagi anda.
3.Semakin berjibaku anda berjuang, anda semakin memperkecil peluang untuk mencapai tujuan yang hendak anda capai.
Prinsip-prinsip sistem macam ini, bila benar-benar dipahami dan dihayati, akan membantu polapikir dan perilaku yang jauh lebih efektif. Namun, karena hakekat pertentangan yang ditemukan dalam prinsip-prinsip macam itu, butuh permenungan dan ilustrasi untuk memahaminya.
Ambil saja contoh dari prinsip kedua di atas. Ini mudah ditemukan pada anak-anak yang semenjak kecil hidup dalam serba berkecukupan, dan senantiasa dimanja. Anak-anak ini tumbuh besar dalam suasana serba menyenangkan, dan tidak mengalami kesulitan. Aku pernah melakukan eksperimen kecil dengan biji-biji kacang yang ditanam di tiga media yang berbeda: tanah, pasir, dan kerikil. Cukup unik ketika ditemukan bahwa media tanah merupakan tempattumbuh yang paling lambat. Media pasir masuk kategori tengah. Sementara media kerikil merupakan menjadi tempat yang paling cepat untuk tumbuh. Ketika kita berpikir logis, akan mudah kita pahami bahwa pertumbuhan biji kacang pada tiga media yang berbeda ini akan berimbas secara langsung pada keberlangsungan jangka panjang. Biji yang tumbuh pada tanah memang paling lambat perkembangan awalnya. Namun, untuk benar-benar bisa hidup, suatu biji benar-benar mesti mampu mengembangkan akar yang bisa menyerap sari-sari tanah. Dengan cara itu biji tersebut akan tumbuh menjadi tanaman yang mandiri. Sementara, sekalipun tumbuhnya begitu cepat, biji kacang dalam media kerikil ini tampak menjanjikan. Namun tidak ada akar serabut yang akan menjamin kehidupannya. Tampaknya nutrisi bawaan dari biji kacang lebih banyak terpakai untuk membentuk panjang ukuran batangnya, namun miskin akar. Dari manakah dia akan tumbuh?
***
Dengan menerapkan berpikir sistem, kita akan lebih sering menjumpai beragam paradoks. Beragam hal yang tampaknya saling berseberangan tersebut mesti ditangkap dan dimaknai, dengan tujuan utama agar kita tidak membiarkan diri terjebak ke dalam pemikiran simplistis mudah menemukan kambing hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H