Lihat ke Halaman Asli

Kemenangan dengan Skor 1-0

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengantar

Ini tulisan selanjutnya dari anak usia 9 tahun. Dia menyebut dirinya Damian sebagai nama pena. Tulisan dibuat berdasarkan pengalaman nyata sore ini, yaitu ketika kami disapa oleh gonggongan sejumlah anjing saat kami sedang berjalan-jalan cari udara segar di sekitar Candi Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman. Tulisan ini lebih merupakan draft kasar, tanpa revisi khusus. Harapannya sederhana, dengan dititipkan tulisannya di sini, si Damian menjadi lebih bersemangat dalam berlatih. Semoga bermanfaat. Selamat menikmati.

*****

Sudah seminggu Damian mengikuti UKK (Ujian Kenaikan Kelas). Sekarang, Damian bisa santai-santai, sambil memikirkan apakah kegiatan yang cocok untuk liburan selama libur panjang. Tetapi, kali ini, bukan Damian yang menentukan hiburan. Tetapi ayahnya. Ayahnya mengajak jalan-jalan menyusuri desa Kadirojo. Namun, kali ini, pengalaman Damian sungguh berbeda dari yang lain. Apakah pengalaman yang membuat Damian bertambah ilmu pengetahuannya? Simaklah cerita berikut ini.

Setelah mengikuti hari akhir UKK, Damian segera melepas tas, dan ganti baju. Setelah itu, ia memulai menulis lagi cerita yang belum diselesaikannya. Namun, sebelum ia mulai menulis, ayahnya sudah lebih dulu mengajak Damian pergi menyusuri ke desa Kadirojo. Ajakan itu diterima dengan seruan senang. Walaupun sudah beberapa kali mengelilingi desa Kadirojo, kegiatan itu tetap merupakan hal yang mengasyikkan bagi mereka berdua. Melihat alam luar yang indah sungguh menyenangkan. Setelah meminta ijin kepada ibunya, akhirnya, mereka berdua dalam sekejap sudah ada di luar rumah. Rencananya, mereka akan jalan-jalan menyusuri Candi Sambisari, lalu setelah itu mereka kembali lagi ke rumah. Rencana itu berjalan lancar. Tetapi......

Ketika sudah sampai di samping Candi yang beritanya ditemukan oleh sekelompok petani yang sedang merawat sawahnya, mereka memulai perlombaan yang tidak tentu. Tentu saja, ayah Damian menang. Persoalannya, ayah Damian mempunyai kaki lebih panjang, dan itu memungkinkan untuk melangkah lebih lebar daripada Damian. Ketika sudah sampai di depan rumah warga (yang menurut ayah Damian anjing-anjing itu sangat berisik gonggongannya, namun ayah Damian menganggap hal itu sebagai sapaan anjing-anjing itu terhadap ayah Damian), ayah Damian masih terus berlari, sementara itu Damian sudah capek, maka ia memutuskan untuk berjalan saja. Namun, peristiwa buruk terjadi. Anjing-anjing itu, tidak suka ada orang asing berlari-lari di depan rumahnya tuan rumah mereka. Anjing-anjing yang sekiranya bekerja sebagai “satpam”, langsung berlari mengejar Damian dan ayahnya. Ayah Damian tidak melihat peristiwa itu, karena matanya terfokus kepada jalan, dan langsung bersembunyi, untuk mengagetkan Damian. Padahal......

Damian ingat, ada ilmu, untuk menenangkan anjing. Caranya, agar mereka seperti dihormati, maka Damian mundur teratur untuk menenangkan anjing itu. Juga tidak boleh membelakangi mereka. Anjing itu akan menyerang jika kita membelakangi mereka. Dan tidak boleh lari. Anjing itu akan semakin marah. Damian sudah menggunakan ilmu itu dengan baik. Tetapi anjing itu tetap saja marah. Kemarahan para anjing itu diungkapkannya dengan cara menggonggong-gonggong. Namun Damian tak takut. Lain hal dengan ayahnya. Pikiran-pikiran buruk melintas di otak ayah Damian. Bagaimana jika Damian tergigit anjing-anjing itu? Pasti akan terkena rabies. Dan, kenapa Damian mundur teratur seperti itu? Apakah dia takut? Dugaan-dugaan itu ternyata hanya omong kosong. Damian yang sudah mengenal anjing, segera mundur teratur untuk menenangkan amarah mereka. Setelah tidak anjing itu menggonggong lagi, Damian segera berlari, mencari ayahnya. Dimana ayahnya? Apakah sudah mendahului Damian?

Sampai perempatan, Damian langsung mengambil jalan ke kanan. Dia tahu persis, jalan ke rumahnya. Tetapi dia juga agak cemas, karena ayahnya juga belum muncul batang hidungnya. Dia segera berlari, tetapi bertemu dengan anjing itu lagi. Persoalannya, rumah itu dibangun di dua sisi. Satu di jalan menyusur Candi Sambisari, satu menuju ke SPC, susteran yang berkarya di daerah Kalimantan. Nah, ini lain jadinya. Karena Damian harus mencari ayahnya, sekaligus harus menangani anjing yang merepotkan ini. Karena belum terlalu jauh dengan perempatan yang tadi, maka Damian melihat sosok yang dikenalnya. Ayahnya. Sambil mundur teratur, dia mendatangi ayahnya. Ayahnya dengan segera memberi pujian, “WOW, hebat kamu, bisa menenangkan anjing, ayah saja tidak bisa”. Dengan segera, ayah melangkah dengan agak takut di depan anjing itu. Tetapi segera dilarang oleh Damian. “Jangan ayah. Kita harus menggunakan ilmu tertentu untuk bisa lewat di depan mereka. Caranya begini”. Sambil berkata demikian, Damian segera mempraktekkannya. Dengan segera, ayah Damian mengikutinya. Setelah anjing itu agak tenang, mereka bisa lari.

“Wow, kamu dapat dari mana ilmu pengetahuan ini?” kata ayah Damian ketika mereka melanjutkan kegiatan mereka yang direncanakan. Damian pun dengan segera bercerita, bahwa dia dapat ilmu itu dari Philip. Itu seorang tokoh, dari buku seri ADVENTURE, karangan Enid Blyton. Dia segera menceritakan, ada dua jenis bau bagi binatang. Bau yang ramah dan bau yang tidak ramah. Nah, Philip ini termasuk yang ramah. Semua binatang pasti langsung suka. Bahkan binatang milik orang pun. Tak disadari, mereka sudah sampai di depan rumah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline