Lihat ke Halaman Asli

"Haruskah Indonesia Di Jajah Lagi???"

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nasionalisme dan Patriotisme.... hmmm,,, kemanakah jiwa dan semangat nasionalisme dan patriotisme itu sekarang???, apakah saat ini hanya tinggal kenangannya saja, ataukah hanya lebih dari sekedar istilah yang dahulu pernah ada dan sekarang tidak bermakna sama sekali??...

Saya sempat mempunyai pemikiran yg sedikit ekstrim tentang hal itu... menyusutnya jiwa-jiwa nasionalisme dan patriotisme (atau bahkan mungkin telah hilang sama sekali) mungkin hanya bisa ditanamkan dan ditumbuhkan lagi jika negara ini dalam keadaan dijajah lagi... atau dalam kata lain dalam situasi perang. Tetapi haruskah seperti itu???...

Memang ngaco dan jauh dari akal sehat... akan tetapi masuk akal juga jika melihat kondisi negeri ini yg begitu kacau balau baik secara sosial budaya, politis, ekonomi, pertahanan dan keamanan serta hal2 lain yg kita semua ketahui bersama. Dan yg membuat hati ini terasa miris adalah bahwa hal-hal tersebut sebenarnya adalah dibuat/ disebabkan oleh rakyat/ warga negaranya sendiri.

Mengapa bisa demikian??... kalau menurut pemikiran saya yg sangat terbatas ini, kekacauan di negeri ini di picu oleh beberapa aspek antara lain:

1. Aspek politik : begitu banyaknya Parpol yg bertengger di negara kita saat ini secara tidak langsung telah memicu persaingan yg sangat kuat untuk memperebutkan kekuasaan, dimana sudah bukan hal baru lagi bahwa setiap kepentingan politik pasti bersinggungan dengan kepentingan bisnis dan kepentingan2 lainnya, yg pada akhirnya melupakan kepentingan rakyat.

2. Aspek Ekonomi : Keterpurukan ekonomi telah merubah pola fikir dan pola berperilaku masyarakat kita, akibat keterbatasan ekonomi banyak yg berusaha meraih keuntungan demi bisa mempertahankan hidup dengan menghalalkan segala cara. Baik itu dalam dunia bisnis, politik, budaya, maupun dalam lingkup lingkungan kerja dan hidup bermasyarakat.

3. Aspek Sosial : "Pemujaan" demokrasi sepertinya telah disalah artikan dan dimanfaatkan untuk hal2 yg kurang bijak. Demokrasi saat ini lebih "dicenderungkan" ke arah "kebebasan", dimana semua hal mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk menguatkan posisi "bebas" mereka yang sudah kebablasan... kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan mengutarakan aspirasi, dan terlebih lagi kebebasan dalam pergaulan...  dan semua itu selalu berlindung di balik tameng " demi kepentingan rakyat". Tanpa memikirkan akibat yg akan ditimbulkan dan siapa yg akhirnya akan dirugikan.. (dlm hal ini yg paling dirugikan adalah rakyat kecil).

4. Aspek Budaya : Ironis sekali jika saat ini masyarakat kita lebih bangga disebut "Gaul" dengan berperilaku seperti orang luar, sehingga lupa dan tidak mau tahu lagi akan adat istiadat, sopan santun, teposliro, gotong-royong, serta adat2 ketimuran lain yg kita junjung tinggi selama ini. Demikian juga dalam hal berbahasa dan bernegara. Budaya barat yg telah diadopsi oleh generasi muda kita saat ini telah merubah moral bangsa yg secara  langsung telah mengikis jiwa nasionalisme yg selama ini tumbuh subur, layu, yg sedikit demi sedikit mengering dan akhirnya mati.

5. Aspek Pertahanan dan Keamanan : Runtuhnya perekonomian kita secara tidak langsung juga telah meruntuhkan kekuatan pertahanan dan keamanan negeri ini, bagaimana tidak?.. negara ini tidak mampu untuk memperbaiki sistem pertahanannya karena minimnya dana penyegaran Alutsista kita, yg jelas2 mempengaruhi kekuatan pertahanan dalam mengahdapi serangan dari luar. Karena begitu kuatnya dorongan dari rakyat dan media baik elektronik maupun media lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, sehingga dana pengadaan alutsista harus dipangkas sedemikian besar dan dialokasikan untuk kepentingan lain demi mengangkat hajat hidup rakyatnya. Sehingga mengesampingkan perlunya pertahanan negara itu sendiri, yg tentu saja mengurangi keamanan baik dalam maupun luar.

6. Aspek Pemberitaan : Tidak dipungkiri lagi, perkembangan tehnologi telah mempermudah kita untuk mencari suatu berita ataupun mempublikasikan suatu berita. Hal ini tidak lepas dari kebebasan pers yg telah diberikan pemerintah saat ini (berbeda dengan jaman suharto dulu). Cuma sayang sekali, kebebasan yg telah diberikan tersebut masih banyak dimanfaatkan oleh oknum2 yg tidak bertanggung untuk mendukung kepentingan politik partai2 tertentu maupun kepentingan kelompok2 tertentu. Baik yg dilakukan oleh "insan pers nakal" maupun kepemilikan media oleh partai tertentu demi mendukung kepentingan dan kekuatan politiknya... sungguh ironis dan sayang sekali. Hal ini menyebabkan profesionalisme insan pers menjadi tercemar, dan rentan akan korupsi dan pemanfaatan. Berita2 yg diangkat oleh oknum "Insan pers nakal" untuk konsumsi publik banyak mengandung unsur2 provokasi yg menyesatkan pola fikir anak bangsa, dan kadang langsung disebar luaskan tanpa memikirkan akibat negatif dari pemberitaan tersebut.

Aspek-aspek tersebutlah menurut saya yg telah memporak-porandakan negeri ini. (walaupun masih banyak aspek2 yg lain; silahkan anda tambahkan sendiri).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline