Baru saja kemarin kami makan "bubur ayam remittance"...
Bubur ayam yang spesial menurut saya, karena telah mengorbankan jatah remittance saya akan bawa ke Indonesia. Bagi yang belum tahu apa itu remittance, saya akan menerangkannya di sini. Remittance menurut orang pintar yaitu mbah google merupakan kata benda (nomina) yang artinya pengiriman uang, jumlah yg dikirimkan, uang pembayaran. Definisi remittance adalah sebutan untuk jasa pengiriman uang dari pekerja di luar negeri ke negaranya (id.shvoong.com › Bisnis & Keuangan).
Karena kami sedang mempelajari studi pembangunan, istilah itu kerap kali menggelitik telinga kami. Setiap kuliah kami mempergunjingkan benda itu. Malah, di mata kuliah Work and Local Development in Global Context, kata remittance lebih sakti dari FDI (Foreign Direct Investment, Investasi Langsung Luar Negeri lebih enaknya kalo kita sebut Investasi Langsung Asing biar nyingkatnya enak, ILA... kedengarannya romantis). Katanya mahluk yang bernama remittance bisa mempengaruhi daya saing daerah asal dimana si pekerja migran mengirimkan uang. Ketika uang remittance dikirim oleh sang migran maka uang tersebut akan dipakai keluarga migran tersebut untuk tabungan (saving) yang nantinya ada hubungannya sama investasi si keluarga migran itu dan untuk belanja modal keluarga si migran tadi, semisal uang remittance tadi digunakan untuk membeli sebidang tanah untuk sawah, keluarga si migran tadi. Akibat positifnya secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan perekomian daerah asal remittance dari buruh migran tadi, tentu saja akan berakibat pula sama daya saing. Jika satu buruh migran bisa mengirimkan uang untuk keluarga ditanah air untuk diberikan sawah, atau membangun rumah, tentunya akan mendorong pembangunan. Orang membangun rumahkan termasuk pembangunan kan? hehehehe... kok, jadi serius sih...
Karena istilah yang menggelitik itu kamipun melabeli segala apa yang kami konsumsi dengan embel-embel remittance. Tidak hanya bubur ayam, sop, sepatu, telepon genggampun kami labeli remittance di belakang kata benda yang kami miliki. Remittance menurut kami, adalah tabungan yang kami punya yang dikarenakan pengetatan ikat pinggang selama kami studi di negeri van oranje ini. Saking ngiritnya, seorang teman mencari kamar double biar bisa mendapatkan uang lebih alias remittance. Biar keren, istilahnya kami ganti jadi student remittance...hehehehehe.
Kadang-kadang remittance ini bikin pusing kepala. Kenapa? Karena terlalu mengagung-agungkan remittance kami pun agak selektif dalam memilih tempat makan. Kami rela dengan lapang hati ketika istirahat makan siang untuk menyambangi dormitori untuk makan. Karena harga makanan kantin sekolah membuat sang remittance menjadi turun bobot. Akibatnya, mahasiswa Indonesia terkenal dengan mahasiswa teririt sedunia (setidaknya sedunia dalam lingkup kampus kami).
Ada juga seorang teman, yang menargetkan pengeluarannya sebulan tidak lebih dari 150 euro. Angka yang menurut saya fantastis. Teman ini rela kualitas makannya agak dikurangi. Kualitas harga bukan kuantitas frekuensi makan. Hal itu dilakukan dengan cara pintar mencari angka terkecil kalau sedang berbelanja kebutuhan harian. Produk Euroshopper yang berlabel merah itu adalah produk kesayangan kami. Selain harganya bersahabat dengan sang remittance rasanya juga tidak kalah dengan produk lokal. Saking terkagum-kagumnya seorang teman dengan produk ini, beliau menorehkan kesannya di Kompasiana. Selain produk Euroshopper, biasanya kami mencari produk yang lagi sale, istilah Albert Heijn Bonus atau Gratis (baca :hratis, prononsasi Belanda). Biasanya kami untuk mendapatkan produk bonus ini, meminta kartu sakti, yaitu kartu bonus di AH (begitu kami menyebutnya untuk Albert Heijn) untuk membeli produk bonus yang berwarna oranje. Pernah sekali waktu saya membeli winter coat seharga 50 euro, dan untung saja jaket itu dilabeli oranye yang berarti kartu sakti bisa dipakai untuk memangkas harga. Saya hanya cukup membayar 17 euro untuk jaket tersebut. Akhirnya, jaket itu resmi disebut wintercoat remittance.
Strategi lainnya, kami biasanya mencari tempat belanja yang murah, ALDI dan Action adalah surga belanja murah. Selain supermarket yang disebut tadi, openmarkt adalah tempat alternatif untuk menjaga agar bobot remittance tetap gemuk. "Timing juga menentukan lho," ungkap seorang teman. Kalau kita berbelanja ketika pasar akan tutup sekitar jam 3-4 sore, kita bakal mendapatkan barang diskon besar-besaran, malah bisa gratis. Produk yang biasa diobral sore hari itu adalah sayuran dan buah-buahan. Seorang teman bisa mendapatkan sekantung besar jamur dan toge masing-masing satu euro. Dia pun menjadi reseller sayur toge dan jamur tadi di dormitori. Sukses berat jadi pedagang sayur mayur di negeri Belanda.
Lain lagi, seorang teman yang seorang pencinta gadjet, selalu rajin menatap layar komputer untuk mencari harga murah. Markplast adalah tempat mencari barang murah itu. Markplast adalah situs mencari barang seken di negeri Belanda. Selain itu, ada juga markplast yang dipelopori seorang mahasiswa kampus kami untuk menjual barang-barang bekas peninggalan senior-senior yang akan diwisuda. Dan yang paling mengejutkan lagi, mahasiswa Indonesia menjadi Best Buyer dari markplast kampus! Konon, sang penjual memberikan bonus yang banyak buat si best buyer tadi. Julukan Raja Kringloop akhirnya kami berikan untuk dia. Istilah Kringloop adalah istilah yang dipakai buat toko yang menjual barang bekas. Tentu saja, semua barang yang ada dikamarnya pastinya kami embel-embeli remittance.
Begitulah, remittance oh remittance....
Segala daya kami lakukan untuk mendapatkan remittance....
Tabik!