Sebelum dan akhirnya virus baru Covid-19 diproklamasikan presiden kita, negara lain sudah disibukkan mengatasi penyebarannya. Tentu, ini butuh strategi yang cepat dan tepat mengingat ukurannya lebih kecil daripada bakteri, dan perkembangbiakannya bisa dibilang cepat.
Kini, Covid-19 masuk di Indonesia. Usianya hampir satu setengah bulan. Ia ada di sekeliling kita dan mencari tempat untuk berkembang biak. Panik, khawatir menyelimuti masyarakat Indonesia. Hingga di sebuah kota melakukan penutupan guna pencegahan penyebaran virus.
Pandemi Covid-19, kini telah memangkas semua aktifitas masyarakat di luar rumah. Presiden menetapkan supaya bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Inilah, fenomena baru di mana semua kegiatan dilakukan di rumah. Perihal itu, kali ini saya akan menyoroti kebijakan yang muncul di tengah pandemi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan pembelajaran daring. Tidak ada kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Semua dikerjakan di rumah dengan memanfaatkan koneksi internet. Tentu, pembelajaran semacam ini butuh adaptasi dan kontrol emosi. Mengingat, terkadang koneksi internet kita sedikit mengalami masalah, dan pembelajaran daring dari jajak pendapat lebih memberatkan. Baik itu di siswa maupun gurunya.
Siswa, dituntut untuk memelototi layar teleponnya setiap waktu, ya seperti jam masuk sekolah. Ada batas waktu untuk mereka. Tidak memberi respon dianggap absen. Mereka mengikuti pembelajaran hingga ujian secara daring. Hal itu berlaku dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan mereka yang harusnya ujian doktor, misalnya harus melakukan ujian melalui video call. Asyik ya, asyik, tapi sedikit ribet.
Sebagaimana guru, harus memberikan materi dan tugas kepada siswa. Belum lagi harus melaporkan kinerjanya secara online. Guru dalam kondisi ini dituntut untuk menguasai jaringan. Guru gagal teknologi harus mampu mengondisikan dirinya supaya pembelajaran tetap berlangsung. Semacam ini, ada baik, ada pula buruknya.
Ditertibkan belajar di rumah membuat orang tua lebih intens guna mengatasi waktu belajar anak. Secara langsung, orang tua dapat memantau, mengawasi, dan mengarahkan anak untuk belajar. Betapa sulitnya mengawasi anak untuk belajar. Terlebih mengajari anak ketika materi yang disampaikan butuh pendampingan (tutor). Di sinilah, peran orang tua dibutuhkan.
Bersamaan dengan itu, rumah untuk saat ini seperti sekolah. Semua kegiatan yang harusnya di sekolah menjadi dilakukan di sekolah. Hanya bedanya, lebih santai---tidak memakai seragam dan sepatu. Namun di balik itu, belajar jadi sedikit terganggu. Pertama, karena materi tidak dapat disampaikan secara langsung,terbatas oleh media. Kedua, keseriusan belajar menjadi berkurang. Ketiga, banyak tugas menumpuk dan membebankan siswa. Dan keempat, tidak ada teman belajar langsung.
Oleh karena itu, di tengah pendemi ini bagaimana khususnya siswa tetap belajar dengan giat. Siswa dituntut lebih rajin untuk belajar secara mandiri---memahami materi. Mengingat, untuk saat ini materi-materi di buku sudah terekam oleh mesin google. Kemudian, untuk guru senantiasa mengajar dengan baik sebagaimana tanggung jawabnya guru. Dan, senantiasa memberikan motivasi supaya siswa rajin belajar. Terakhir untuk orang tua adalah menjadi guru sekaligus teman untuk anak-anaknya. Senantiasa memberikan dorongan dan motivasi untuk belajar. Menjadikan rumah sebagai sekolah.
Dengan begitu, tentu kebijakan pemerintah akan berjalan dengan baik. Semua memiliki kesadaran untuk tidak terpuruk dan semakin terpuruk di tengah pandemi ini. Semoga!
Suci Ayu Latifah