Tak semua penulis puisi bisa membaca puisi. Dan, tak semua pembaca puisi mampu ciptakan puisi. Namun, kali ini tidak bagi Yeni Kartikasari. Gadis kreatif ini mampu keduanya---cipta dan baca puisi.
Setelah lama bergelut di dunia kesusastraan, Yeni nama sapaannya menelurkan karya puisi sendiri. Puisi generasi milenial ini berhasil memporakporagandakan peserta Lomba Cipta dan Baca Puisi.
Bertempat di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, puisi berjudul "Kebenaran Tangan Tuhan" menambah motivasi untuk terus menggeluti dunia sastra puisi.
"Atas rahmat Allah, saya meraih juara 3," ucapnya riang saat di temui Selasa, (19/3).
Di halaman sekolah atau di antara keributan kelas di jam kosong, gadis berwajah ceria ini, sering melakukan aksi kebolehannya membuat puisi. Ngakunya, sang idola adalah WS Rendra dan Sapardi Djoko Darmono. Puisi-puisi yang mengisahkan tentang keadaan (realita) sosial, kerap menyentuh hati pelajar putih abu-abu ini.
"Puisi Aku Tulis Pamplet dan Selamat Pagi Indonesia adalah puisi kedua penyair yang saya sukai. Hafal dan sering saya baca untuk diri sendiri. Pernah juga saya, puisi Selamat Pagi Indonesia saya baca di ajang lomba di salah satu kampus Ponorogo."
Puisi Yeni menguak tentang kebenaran adanya kuasa Allah. Terilham atas keprihatinan generasi kita yang mengandalkan takdir, menyalahkan takdir. Karenanya, dalam puisi tersebut berisikan pesan luar biasa, yakni mengajak generasi muda untuk bangkit memerjuangkan hidup.
"Hidup harus punya prinsip. Jangan seperti daun jatuh, yang rela dibawa ke mana saja oleh angin," tegas Yeni.
Pelajar SMK Negeri 2 Ponorogo ini menekuni sastra sejak kelas 10. Gegera mengikuti salah satu ajang lomba menulis online, ia tertarik untuk belajar lebih dalam tentang puisi, khususnya.
Diksi puisi adalah pesan estetik yang emplisit. Bermain kata dalam lubangan baris puisi adalah perjalanan panjang mencari makrifat hidup. Puisi sarat makna. Karenanya, petuah puisi adalah nasihat kehidupan.