Lihat ke Halaman Asli

Anak Jadah

Diperbarui: 4 Maret 2019   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixaby.com

Istilah anak jadah, lama mampir di telinga saya dua tahun lalu. Berawal membaca salah satu prosa seorang penulis asal Ponorogo. Walaupun menyebut nama anak, istilah itu jauh sekali dari jenis sebutan anak yang sering kita kenal.

Seperti, anak manusia, anak sapi, anak tiri, anak sulung, dan sebutan anak lainnya. Lema jadah sendiri, menurut kamus Jawa-Indonesia diartikan sebagai nama makanan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus, kemudian ditumbuk.

Sementara itu, anak jadah tinjauan etis teologis dalam Etika Jawa ditafsirkan anak yang dihasilkan dari suatu perkawinan yang tidak mendapat restu dari masyarakat, baik dari hubungan ekatra-marital maupun pre-marital. Pengertian lain, anak jadah diartikan anak haram.

Dalam pengartian terakhir itu, saya sedikit kurang setuju apabila menyebutkan anak hasil perkawinan semacam itu dikatakan anak haram. Karenanya, anak 'jadah' adalah manusia. Semua manusia adalah umat Allah, sehingga disimpulkan anak jadah adalah umat Allah. Umat yang terlahir suci. Terlahir bukanlah sebagai anak yang berdosa, haram yang harus dibuang.

Pertanyaannya, mengapa masyarakat kita banyak yang menganggap bahwa itu anak haram? Karena inilah kelemahan daripada masyarakat yang mudah menyimpulkan sendiri tanpa memahami dan memaknai secara mendalam.

Sekali lagi, saya tegaskan, anak yang terlahir dari suatu perkawinan tanpa restu, bukanlah anak haram. Justru yang patut dikatakan haram adalah kedua orang yang berlawanan jenis yang melakukan perbuatan, sampai salah satu dari mereka mengandung dan melahirkan.

Dengan begitu, menurut pribadi yang haram adalah perbuatan kedua orang tuanya. Seperti yang dituturkan Rasulullah bahwa semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Karena itulah, menyikapi hal ini pentingnya bagi kita memahami bagaimana etika bergaul dengan sesama. Jangan sampai lepas kendali melakukan sesuatu yang belum masanya, yang dampaknya apabila terjadi akan merusak citra diri. Dan lagi-lagi, anaklah menjadi korban buah bibir masyarakat kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline