Scot Marciel pernah mengutarakan, "Pendidikan memang tidak untuk menciptakan insinyur, tetapi pekerjaan yang terdidik." Ungkapan Duta Besar AS yang ditunjuk Barack Obama untuk Indonesia itu, mengisyaratkan setinggi apapun jenjang pendidik seseorang, pada akhirnya bukanlah untuk mendapatkan gelar bertitel.
Tetapi, tak lain untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia yang selama ini dinilai kurang tertata--semrawut. Sebagaimana tujuan seseorang, adalah sekolah untuk mendapat pekerjaan, bukanlah tujuan yang salah. Namun pertanyaanya, bagaimana cara memeroleh pekerjaan yang baik dan terdidik itu?
Desas-desus dalam dunia pendidikan, tidak pernah habis diberitakan. Bertepatan tanggal 29 September kemarin, diperingati sebagai hari Sarjana Nasional. Adalah mengingatkan kita terhadap beberapa permasalahan yang ada di pendidikan tingkat tinggi.
Rata-rata banyak lulusan yang sibuk mencari pekerjaan, bingung mendapat pekerjaan, hingga wajah-wajah pengangguran di pinggiran jalan. Sebagai hari peringatan Sarjana ini, hendaklah bersama-sama merenungkan wajah pendidikan di Indonesia tentang berbagai soal permasalahan di dunia pendidikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, lulusan Universitas pada tahun 2013 mencapai 424.185 meningkat menjadi 495.143 pada tahun 2014, hingga bulan Februari 2016 sarjana pengangguran mencapai 695.304 jiwa. Jumlah itu meningkat 20% dibanding Februari 2015 yang lalu.
Padahal, dari catatan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, saat ini ada sekitar 3.221 Universitas di Indonesia. Di antaranya ada 1.020 perguruan tinggi agama di seluruh provinsi.
Dari jumlah tersebut, setiap tahun dirata-rata terdapat 750.000 lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan. Kalau dihitung semisal, berapa jutakah dua hingga tiga tahun ke depan yang lulus pendidikan tinggi.
Meninjau jumlah lulusan yang banyak itu, tugas pemerintah secepatnya membuat dan membuka program kerja baru. Pemerintah memberikan kesempatan bagi lulusan sarjana supaya mendapat pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang diampu.
Jangan sampai seperti kasus beberapa bulan yang lalu, terkait kekurangan guru pendidikan agama Islam di berbagai pendidikan formal. Dari konflik serius itu, hendaklah pemerintah dengan cepat dan tepat segera mengirimkan surat bagi lembaga-lembaga pendidikan supaya membuka kesempatan para sarjana.
Selain itu pula, pemerintah juga harus mempermudah pengangkatan guru-guru GTT agar pengampu mata pelajaran di sekolah lebih mumpuni.
Sesungguhnya, pendidikan tinggi tidak selalu menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang baik. Pasalnya, tingginya tingkat pendidikan seseorang apabila tidak didukung oleh kecukupan kompetensi akan kesulitan mendapatkan kesempatan bekerja.