Kita sebagai bangsa yang baru lahir kembali, kita harus cepat sekali cepat chek up mengejar keterbelakangan ini! Mengejar di segala lapangan. Lapangan politik kita kejar, lapangan ekonomi kita kejar, lapangan ilmu pengetahuan kita agar supaya kita benar-benar di dalam waktu yang singkat bisa bernama bangsa Indonesia yang besar, yangpantas menjadi mercusuar daripada umat manusia di dunia!" --Bung Karno---
Menarik sekali, gerakan menulis esai dalam rangka merayakan kebahasaan, dilakukan oleh tim Badan Balai Bahasa Surabaya, 20 Oktober 2018. Kegiatan positif di bidang literasi (baca-tulis), untuk mengetahui potensi generasi muda dalam dunia kepenulisan.
Hasil tulisan dari tantangan itu menjadi bukti seberapa jauh dan seberapa banyak wawasan yang diperoleh generasi. Karenanya, kekuatan pikiran dan kedahsyatan kata-kata serupa roh yang mampu menggetarkan dan menggerakan jiwa.
Bangsa yang literat
Menjadi bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki potensi dan optimisme besar. Komitmen untuk membangkitkan dan menumbuhkembangkan, serta mengembangbiakkan adalah literasi amoeba yang mampu membelah menjadi titik-titik episentrum.
Semarak literasi, menyatu sebagai bagian dari kehidupan. Kita mengenal literasi sebagai budaya baca tulis, kini mampu memprorakporandakan bangsa. Hanya berbekal bacaan lalu ditulis menjadi kekuatan yang luar biasa. Tidak saja itu, nyawa tulisan adalah gerak simbol kehidupan.
Mengutip Hernowo, saat menjadi pemateri di Sekolah Literasi Gratis Ponorogo, "Tulisan adalah jembatan pikiran. Kata-kata memiliki kaki yang mampu berjalan sendiri-sendiri mencari perlindungan." Tuturan bermakna tersebut, mengingatkan berjalan dan berpijak di dunia literasi bukanlah jalan yang salah. Karenanya, literasi pada hakikatnya adalah kesadaran. Sadar akan ilmu pengetahuan, sadar akan wawasan, sadar akan masa depan.
Bangsa yang literat diyakini mampu mengubah perputaran perkembangan bangsa. Bom literasi menjadi bom dunia yang siap menjadikan bangsa besar. Mengingat taraf literasi di negara kita menduduki peringkat yang memprihatinkan. Kendati itu, tangan-kaki literasi perlu digalakkan semaksimal mungkin.
Literasi, pada hakikatnya sebuah kemampuan untuk mengakses, mengolah, memahami, dan menggunakan informasi secara cerdas dan tepat dalam memecahkan masalah. Berbagai kegiatan literasi, di antaranya membaca, melihat, mengamati, menyimak, menulis, dan berbicara. Dengan tingginya kemampuan literasi bagi warga sekolah (guru dan siswa) tentu mampu meningkatkan kualitas pendidikan di sebuah sekolah.
Sri Handayani, dalam artikelnya Pendidikan Karakter Melalui Sastra, banyak menguak perihal guru dan literasi. Membangun budaya literasi di kalangan guru sangat penting. Tidak saja berhenti pada kegiatan membaca, tetapi juga melek teknologi dalam menunjang proses pembelajaran.
Menurut UNESCO (1996), empat pilar pembelajaran, di antaranya learning to think (belajar berpikir), learning to do (belajar berbuat), learning to be (belajar), dan learning to live together (belajar hidup bersama). Ke empat itu pada dasarnya tergolong kemampuan literasi (literasi skill). Dengan begitu, literasi pada hakikatnya elemen yang dapat membantu dalam proses pencarian ilmu pengetahuan.