Lihat ke Halaman Asli

Bertanya Kepada Takdir

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ku jalani hari demi hari dalam kesendirian ini. Langkah demi langkah ku maju sembari menunggumu. Menunggu dirimu yang barang kali juga tak akan aku dapatkan. Juga mungkin akan ku gapai. Hari demi hari, malam demi malam terus ku lalui dalam kesendirian yang nyata ini. Walaupun di maya ini ada kamu di situ. Yang mengisi malam-malam sepiku dengan sapa dan canda.

Dalam kesendirian ini, ku berusaha untuk menjadikan nyata yang tak nyata. Menjadikan realita yang ternyata maya. Yah… semua ini paradoksal sekali. Antara ada dan tiada. Antara realita dan maya dan antara nyata dan tak nyata. Aku berada di dua sisi itu. Penantianku juga ada di situ; di antara dua sisi itu. Barangkali aku memang menanti yang nyata namun terkadang boleh jadi yang ku tunggu hanya angin belaka. Boleh jadi penantian ini akan menjadi realita dan juga boleh jadi akan tetap maya, walau entah sampa kapan. Mungkin sampai aku menutup mata.

Benar, doa ku panjatkan. Benar pinta ku haturkan dan tentu itu kepada Yang Maha Mengabulkan.Doa ku panjatkan agar yang tak nyata menjadi nyata. Pinta ku haturkan agar yang maya menjadi realitia. Ntah kapan doa akan dikabulkan, ntah sampai kapan pinta akan diberikan. Semua masih dalam tanya walau tetap memegang segenggam asa yang bermakna.

Sering ku bertanya tentang waktu. Kapan? Dan Kapan? Sering ku bertanya tentang hari, hari apa akan terwujud?Sering ku bertanya tentang minggu, minggu kapan akan nyata? Sering ku bertanya tentang bulan, bulan apa akan ada? Juni kah atau Desember yang terguyur hujan cinta.Bahkan sering ku bertanya tentang tahun, Tahun inikah, Tahun Depankah? Atau 10 tahun lagikah? Semua masih dalam tanda tanya tentang takdir ini.

Barang kali aku keliru dengan doaku. Boleh jadi aku salah dalam pintaku. Yang ku tahu aku hanya berdoa dan meminta. Walaupun mungkin yang ku doa dan yang ku pinta itu buruk nyatanya dan ternyata boleh jadi ada yang lain yang lebih baik adanya namun tak ada dalam daftar doa dan pintaku. Aku tak tahu itu, karena aku juga bukanlah yang menulis takdirku. Karena bukan aku pulalah yang memiliki lembar kertas kehidupanku.

Atau boleh jadi inilah hidupku. Dimana aku lah sang pena yang menulis takdirku dalam lembar kertas kehidupanku. Dan semua itu ternyata masihlah barang kali ataulah boleh jadi dan juga mungkin. Aku tak tahu itu.

Yang ku tahu aku bertanya kepada takdir, bagaimana kira-kira ya akhirnya nanti. apakah indah pada akhirnya ataukah sedih pada ujungnya. Yang pasti hanya takdirlah yang tahu, yang pasti hanya sang waktulah yang tahu, dan yang lebih pasti hanya Allahlah yang Maha Tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline