RISALAH (BERKEBUN GANDUM)
MBAH HAR - WAHYU
Ternyata sudah tanggal dua puluh lima dan bulanpun sudah jatuh pada hitungan November. April bergerak begitu cepat. Semusim datang, semusim pula berganti. Cerita kesenangan para pecinta.
Segala berubah, segala terlupa. Dan segala khilafku berpetualangan. lahan gandum yang aku tanam, perlahan mulai berbuah. Musim panen datang, pergantian musim yang selalu membuat pecinta menjadi Tangguh dan semakin Tangguh.
Kehidupan selalu berjalan ke depan, tidak pernah berjalan mundur surut ke belakang, pula kembali ke masa lampau. Awal aku datang ke ladang ini, aku bukanlah petani. Pula layak disebut petani hebat adalah keliru. Jika aku ilustasikan, aku bukanlah ke satria pilih tanding juga. Aku datang ke sini adalah untuk berperang, tapi tidak dengan memegang senjata.
Suara gemericik dilahirkan oleh angin bergerak. Angin berhembus adalah warna jasmani. Dipetik oleh ranting-ranting, terkadang menggugurkan daun kuning, pula daun hijau yang belum pada musimnya. Jatuh tanpa pohon mengetahui, sehingga berhikmah tanpa tertahankan. Terkadang pula suara angin bergerak tidak setuju melawan keteraturan, tidak teratur karena bidikan anak panah melesat dari busur. Dalam ketidakteraturan, melesat tapi meleset.
Sangkaku aku mampu mengendalikan hasilnya dengan cara membelokkan hasil, dengan pikiran menciptakan hasil panen melimpah. Dan itu adalah awal kegagalan. Kegagalan yang tidak aku sadari.
Segala sesuatu hanya aku kejar dengan berlari. Dari timur ke utara, kemudian balik utara dan lanjut ke selatan begitu seterunya mengelilingi ladang gandum.
Aku tidak melihat mataku lebih tinggi dan kemudian mulai merendah lagi. Yang aku lihat kini saat ini di tepi pantai. Mencoba untuk menepati, tidak salah untuk memahami mimpi. Melihat ke sini menunggu pesan bergayung.
Melepaskan semua yang bergulir...
Bergelut dengan ombak. Biarkan udang berenang ke tepian. Bergelombang gelombang samudera pergi mendengar panggilan angin untuk dikenal. Tak pernah kusangka sampai di sini, biarkan tertinggal di laut terdalam.