Lihat ke Halaman Asli

Andi Surya, Bukan Ahli Sejarah yang Sok Tahu Sejarah

Diperbarui: 28 November 2018   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kereta Api adalah salah satu pembuka pembangunan di negeri ini, karena jalur yang dibangun oleh Belanda telah melintasi Jawa dan Sumatera hingga ke pelosok. (foto: gahetna)



Seperti yang sering kita ketahui, di negeri ini ada istilah dititipi omongan nambah, dititipi uang berkurang. Ungkapan buat menyindir orang-orang yang sering membumbui cerita yang mereka ketahui dengan versi mereka sendiri agar lebih seru.

Bagi netizen, hal seperti ini seringkali disampaikan oleh penyebar hoax, atau oleh orang yang mencoba mencitrakan sesuatu tanpa fakta tanpa data. Lucunya lagi, banyak diantara kita yang menelan mentah-mentah hal seperti ini.

Hari ini saya membaca berita di salah satu media online PelitaEkpress dengan judul Andi Surya : Isu Ganti Rugi Grondkaart Kepada Pemerintah Belanda Hanya Isapan Jempol PT. KAI membuat saya tergelitik. Karena dalam isi berita tersebut ada hal yang sangat prinsip yang salah.Dalam berita tersebut tampak sekali pemahaman Andi Surya tentang materi yang dibahas sama sekali tidak nyambung. Mungkin ketidakpahaman soal sejarah ini yang menjadikan dia berani berpendapat meskipun salah.

Perlu saya uraikan sedikit demi sedikit biar tidak ada kesalahan dalam memahami konteks ganti rugi yang dilakukan Pemerintah Indonesia kepada Kolonial Belanda. Proses nasionalisasi perusahaan asing yang dalam hal ini SS (Staatspoorwegen) dan NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) atau perusahaan-perusahaan yang mengelola kereta api di era Kolonial Belanda masih bercokol di Indonesia dilakukan setelah ada keputusan KMB (Konferensi Meja Bundar) 1948.

Di mana dari hasil KMB tersebut salah satunya diambil keputusan bahwa semua perusahaan Belanda di serahkan kepada Pemerintahan Indonesia, dalam hal ini termasuk tanah-tanah yang digunakan. Mungkin dari poin ini Andi Surya perlu memahami dulu, bahwa tanah yang dulunya digunakan oleh SS dan NISM menjadi tanah pemerintah bukan tanah tak bertuan. 

Selanjutnya mengenai ganti rugi seperti yang dia sampaikan, Andi Surya keliru dalam memahaminya, ganti rugi yang harus dibayar Pemerintah Indonesia kepada Belanda bukan untuk lahan / tanah yang dipakai jalur / sarana kereta api di Indonesia, tetapi untuk aset-aset yang ada di atasnya, seperti rel kereta, loko, gerbong, stasiun, dan sarana lainnya yang menjadi milik SS dan NISM yang jadi hitung-hitungan berapa banyak harus dibayar.

Seperti dikutip dari berita Kompas tanggal 21 Oktober 2017 tentang Ganti Rugi Nasionalisasi Perusahaan Belanda dengan kutipan sebagai berikut: Proses nasionalisasi perusahaan dan perkebunan milik Belanda di Indonesia mencapai tahap klaim ganti rugi. Pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat jumlah klaim Belanda atas perusahaan-perusahaan dan perkebunannya di Indonesia mencapai 600 juta gulden. 

Nilai klaim tersebut jauh di bawah klaim Belanda di awal negosiasi. Semula Belanda mengklaim 4 miliar gulden, lalu menurun sampai jumlah yang disepakati. Jangka waktu pembayaran ganti rugi itu selama 30 tahun dengan bunga 1 persen per tahun.

Ini adalah sebuah fakta sejarah yang tidak boleh dilupakan atau dibelokkan seperti pendapat Andi Surya yang ngawur tersebut. Generasi muda harus diberikan ilmu yang benar.

Jadi lagi-lagi Andi Surya mengeluarkan pernyataan yang dia sendiri tidak paham. Menjadi menarik karena dia menyampaikannya ke media online, yang mana ini termasuk kategori penyebaran hoax / berita bohong. Bila kebohongan atau kebodohan dipublikasikan seolah-olah hal itu benar oleh mantan anggota DPD yang sekarang maju lagi, ini akan mencoreng kualitas institusi DPD.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline