Lihat ke Halaman Asli

Khoirudin

Orang biasa

Kubu 02 Mendorong KPU untuk Curang

Diperbarui: 6 Mei 2019   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi

Entah apa yang dipikirkan kubu Prabowo-Sandi, di satu sisi menuduh KPU curang, di sisi lain malah mendorong KPU untuk curang.

Ramai diberitakan bahwa kubu 02 atau Kubu Capres Prabowo-Sandi menuding KPU melakukan kecurangan secara sistematis, terstruktur dan masif. Meskipun belum bisa menunjukan data-data yang membuktikan kecurangan tersebut, akan tetapi narasi tersebut terus menerus digaungkan.

Sayangnya tuduhan tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan kubu 02 terhadap KPU. Permintaan yang dilakukan oleh kubu 02 kepada KPU malah mendorong KPU yang sudah bekerja dengan baik dan transparan untuk melakukan kecurangan.

Melaporkan lembaga survey

Dilansir dari kompas.com bahwa BPN telah melaporkan 6 lembaga survey yakni LSI Denny JA, kemudian Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking dan Voxpol. BPN juga meminta agar quick count dihentikan dan tidak boleh ditayangkan di televisi.

Di negara demokratis manapun quick count lazim dilakukan. Quick count merupakan kontrol masyarakat terhadap perhitungan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Jika hasil perhitungan KPU mirip dengan hasil perhitungan lembaga survey maka kemungkinan besar pemilu berjalan dengan baik. Akan tetapi jika hasil perhitungan KPU berbeda jauh dengan perhitungan lembaga survey, maka masyarakat bisa bertanya kepada kedua belah pihak. Letak kesalahannya ada di mana ?

Tentu saja lembaga survey yang melakukan quick count harus kredibel, terdaftar dan mau membuka datanya ke publik jika dibutuhkan.

Hal itu pernah terjadi di Philipina, dimana hasil perhitungan pemerintah berbeda dengan perhitungan lembaga survey. Akhirnya masyarakat melakukan aksi protes dengan berbagai cara dan dapat diketahui bahwa pemerintah melakukan kecurangan. Hasilnya adalah terjadi people power dan tumbangnya rezim Ferdinand Marcos.

Jika tidak ada quick count maka satu hari dan seterusnya setelah pemilu dilakukan, masyarakat akan berada pada fase kegelapan. Tidak ada informasi yang bisa diakses untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pemilu. Tahu-tahu, hasil pemilu diumumkan dan kita tidak memiliki data pembanding. Mirip zaman orde baru dulu.

Bagaimana jika quick count disetting untuk membangun opini tertentu? Selama ini lembaga quick count yang resmi dan terdaftar selalu siap membuka datanya ke publik. Artinya meskipun quick count bisa saja salah akan tetapi datanya tetap bisa dipertanggung jawabkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline