Berita baik untuk seluruh rakyat Indonesia, yang menggunakan BBM dan Listrik, bahwa pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif listrik dan harga bahan bakar minyak sampai 2019. Keputusan tersebut, tentu saja, muncul dengan berbagai pertimbangan politik dan politis.
Resminya, tidak menaikkan harga BBM dan Listrik tersebut karena mempertimbangan daya beli masyarakat. Namun, tentu saja, ada hubungan dengan upaya memperkecil serangan dari kelompok anti pemerintah serta 'memperbesar peluang' pada Pemilu dan Pilpres.
Senin, 5 Maret 2018, laman Kompas.id melaporkan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa
"Soal BBM, arahan Presiden sesuai kesepakatan dengan Pertamina, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM bahwa BBM penugasan RON 88 (premium) harganya dipertahankan tidak naik. Keputusan soal harga BBM (premium dan solar bersubsidi) tetap akan mempertimbangkan harga minyak dunia.
Seandainya harga minyak naik sampai mencapai 100 dollar AS per barrel, pemerintah dapat meninjau ulang penetapan harga premium dan solar bersubsidi. Pemerintah juga mempertimbangkan kompensasi yang akan diberikan pada Pertamina terkait keputusan itu. Sekali lagi, ini bukan semata-mata pertimbangan politik 2019. Ini mempertimbangkan daya beli masyarakat."
Selain itu, sejumlah Media Nasional juga menyampaikan bahwa, pemerintah akan membahasas kenaikkan subsidi BBM dengan Komisi VII DPR RI. Dan menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, hal tersebut sebagai konsekuensi dari tidak menaikkan harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi. Subsidi solar yang kini besarnya Rp 500 / liter, pemerintah mengusulkan menjadi Rp 750 / liter.
Keputusan tidak menaikkan BBM tersebut, lepas dari faktor penyebab dan pertimbangannya, paling tidak, merupakan berita baik dan melegakan untuk seluruh rakyat Inonesia, terutama pengguna BBM. Namun, walau masih ada di antara bangsa Indonesia yang tak menggunakan BBM, tapi dampak kenaikkan atau pun penurunan harga BBM terasa pada seluruh rakyat Indonesia, segenap lapisan dan strata sosial. Dengan itu, karena menyangkut semuaa hal, apa pun seputar BBM harus dipertimbangkan dengan detail, matang, dan penuh perhitungan dampaknya pada berbagai aspek hidup dan kehidupan rakyat.
Apa Khabar Jaringan Pipa Gas untuk Rumah Tangga
BBM tidak naik, tarif Listrik tak berubah, ongkos angkutan tak berubah, biaya-biaya lain pun tenang dan tetap di tempat; mungkin itu yang akan terjadi hingga selesai Pemilu dan Pilpres 2018. Namun, setelah Pemilu dan Pilpres, kita tak bisa menjamin bahwa harga BBM turun atau meluncur hingga tak terjangkau rakyat kecil, apalagi jika harga bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga keluar miskin serta pra-sejahtera juga ikut melangit. Apa yang bisa dilakukan atau solusi cerdasnya?
Jadi ingat tentang Perbanyak Jaringan Gas untuk Rumah Tangga,hingga kini, tak terdengar suaranya serta perkembangannya. Rencana membangun Jaringan Gas Kota sebagai pengganti bahan bakar minyak sebagai wujud diversifikasi energi, telah dicanankan berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 dan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-852/MK.02/2008 tanggal 10 Juli 2008, disebutkan sebahai "Program Jaringan Gas Kota (Jargas) untuk rumah tangga merupakan kegiatan prioritas nasional dari Sub Sektor Migas." Kini, sudah tahun 2015, apakah program tersebut sudah mencapai taget atau hasil yang memadai!? Sekali lagi lihat info grafis; jumlah pelanggaannya masih sangat, sangat, sangat terbatas.