SUPLEMEN
http://internasional.kompas.com/read/2014/09/04/09462251/ Kisah.Gadis.Remaja.Yazidi.Lari.dari.Sekapan.Kaum.Militan.ISIS Dengan mata yang memerah, dan pipi masih membasah, saya mencoba menulis ulang kisah Adeba Shaker, dan memposting di situs http://ouropinion.info/Adeba Shaker (Shaker tinggal di sebuah desa kecil bersama 25 anggota keluarganya. Dia mencintai sekolah dan ingin menjadi seorang guru. Saat keluarga itu mendengar bahwa anggota militan ISIS mendekat, mereka pun lari ke desa terdekat) adalah satu di antara 73 perempuan dan anak-anak dari etnis Yazidi yang diculik oleh ISIS dari Sinjar. Mereka, gadis-gadis remaja dipisahkan dari apa yang disebut tawanan, kemudiam memperdagangkan mereka di Irak utara. Sementara itu, puluhan ribu warga Yazidi lainnya melarikan diri dari tanah air dari Sinjar dan desa-desa lain karena dikejar ISIS. Jika tidak lari, maka ISIS, yang menganggap warga Yazidi sebagai penyembah setan, memaksa mereka menganut Islam versi radikal atau dibunuh.
ISIS telah menjual Shaker ke perbatasan Suriah, ia dijadikan “hadiah” untuk para anggota militan di garis depan. Ia harus menganut Islam dan dipaksa untuk menikah dengan salah satu anggota ISIS. Perempuan muda dan para gadis remaja menghadapi nasib yang mengerikan. Setelah diperkosa beramai-ramai, mereka dijual kepada penawar tertinggi. Perempuan dewasa dan gadis remaja dilelang seharga 10 dollar AS (atau sekitar Rp 100.000).
Yang lainnya, seperti Adeba Shaker, harus menikah dengan para anggota ISIS, ketika ia sudah berhasil melarikan diri dari sekapan ISIS, dirinya mengenang sikon pahit dan menakutkan; Adeba bertutur,
“Saat paling menakutkan adalah pada malam pertama setelah mereka menangkap kami; kami tiba di sebuah kantor polisi di kota lain. Semua orang dalam kondisi menangis dan menjerit. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami.
Mereka berjanji, mereka tidak akan menyakiti kami jika kami menyerah. Mereka memisahkan perempuan dewasa dan anak-anak dari para lelaki. Mereka kemudian mengambil semua perhiasan, uang, telepon, dan kendaraan kami.
Tak lama setelah itu, sikap mereka berubah dan mereka menjadi “kasar dan agresif”.
Saat Adeba Shaker tiba di rumah anggota ISIS yang membelinya, di Raabia, Irak, salah seorang dari penculiknya menerima panggilan telepon; tak lama kemudian, kelima pria di apartemen itu mengambil senjata mereka dan bergegas keluar.
Shaker mendengar suara sejumlah truk meninggalkan tempat itu. Suasana lalu senyap. Itu kali pertama dalam 20 hari dia dan seorang gadis lain yang disekap bersamanya berada dalam kondisi sendirian, tanpa penjaga, dan pintu terbuka. Ketika itu, para anggota ISIS meninggalkan Shaker dan seorang gadis Yazidi lainnya, mereka panik dan tak tahu apa yang harus dilakukan.
Tak disangka, ia melihat tas yang berisi HP, kemudian menelpon salah seorang kakaknya, Samir. Samir, menyuruh Shaker pergi ke rumah terdekat dan meminta bantuan serta petunjuk untuk mencapai perbatasan tempat pejuang dari Partai Pekerja Negara Kurdistan (PKK) sedang memerangi kelompok militan ISIS; menurut Samir, “PKK akan membantu, …” Shaker hanya bisa berpikir, “Itu seperti berjudi karena saya tidak tahu siapa yang menjadi teman dan siapa yang menjadi musuh,”.
Adeba Shaker dan temannya memutuskan untuk mencoba keberuntungan; kedua gadis itu menyelinap keluar dari rumah tempat mereka disekap dan mengetuk pintu rumah tetangga. “Kami menjelaskan situasinya kepada mereka dan mereka menunjukkan kepada kami jalan ke perbatasan. Kami tidak pernah menoleh.” Mereka menuju ke garis depan, ke arah harapan dan jalan kesematan serta kebebasan.