Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Awal Menuju Akhir –Perjalanan Tanpa Batas-

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku telah memutuskan untuk memulainya, maka aku sendiri yang harus mengakhirinya.

Perjalanan ini, entah telah seberapa jauh, aku tak pernah mengukurnya. Hanya saja aku yakin jalan yang telah ku pilih ini telah sebegitu jauh sehingga tidak mungkin untuk berbalik dan kembali ke titik semula aku memulai perjalanan. Jadi aku tidak bisa mencari jalan lain. Pilihanku hanya satu, menyelesaikan perjalanan ini hingga titik akhir. Dan setelah itu barulah aku akan menemukan jalan lain yang mungkin bisa aku coba untuk telusuri lagi.

Aku lebih suka mengibaratkan jalanku ini sebuah jalur pendakian menuju puncak namun tetap lurus hingga mencapai tujuan. Tidak ada belokan di jalan yang seharusnya kulalui walaupun pada kenyataannya banyak sekali belokan yang kujumpai. Belokan2 yang mengggodaku untuk mencobanya, yang menawarkan berbagai eksotisme lain. Namun aku harus terus lurus dan mendaki, mengabaikan belokan2 itu bagaimanapun keindahan yang ditawarkannya.

Tak pernahkah aku bergeming, ingin mencoba belokan2 itu? Tentu saja godaan itu terkadang melemahkanku. Terkadang timbul sebuah hasrat untuk membelok, merasakan jalan lain yang mungkin lebih menakjubkan dari jalanku. Aku selalu ingin mencoba hal baru, hal2 yang belum pernah kualami. Terasa sangat membebaskan, dan unspeakable. Bukan berarti aku pernah membelok. Karena hanya dengan membayangkannya aku sudah ditawarkan berbagai perasaan lain. Bagimana jika benar2 mengalaminya? Ah, aku tidak ingin terlalu mengkhayalkannya.

Panca inderaku utuh dan normal. Mataku kering ingin melihat hal2 baru. Telingaku gatal untuk mendengar lebih banyak suara. Hidungku menuntut menghirup aneka aroma. Lidahku ingin mengasah kepekaannya, bukan terbatas hanya manis-asin-asam-pahit. Indra perabaku meronta untuk meraba dan merasakan tekstur2 lain. Hanya saja aku harus kejam terhadap diriku sendiri. Aku berpura2 buta, tuli, dan mati rasa agar bisa terus meletakkan satu kaki di depan kaki lainnya. Tidak menoleh, tidak bergeming. Aku harus lurus dan terus mendaki.

Terkadang muncul kekhawatiran, apakah jalanku ini jalan yang benar? Bagaimana jika aku salah jalan sedangkan aku sudah sejauh ini? Tidak memungkinkan untuk berbalik karena aku pasti jadi tertinggal jauh dari kompetitorku. Ya, perjalananku ini bukan sekedar perjalanan. Karena perjalanan ini juga sebuah kompetisi untuk menemukan sang juara, yang pertama mencapai tujuan dan yang tetap kokoh bertahan. Aku dapati beberapa menyerah, jatuh di tengah jalan dan tidak mampu bangkit kembali untuk meneruskan. Aku tidak ingin seperti itu, aku bukan pecundang. Aku harus terus dan terus.

Tak sedikit pula yang mengolok2ku. Menertawakan jalan yang kupilih, tersenyum sinis melihatku terus melangkah untuk mendaki. Menggodaku untuk sejenak berhenti, katanya aku harus beristirahat sambil menikmati pemandangan jalanku. Tentu saja tidak bisa seperti itu. Jika aku berhenti aku akan kalah dari yang lain. Perjalanan kompetisi ini bukanlah permainan. Ini memang sebuah kompetisi yang sesungguhnya. Siapa yang terlena dia tidak akan menang. Bukankah sudah kubilang, aku tidak ingin tertinggal dari kompetitorku. Aku memang tergoda tapi aku tidak boleh terlena. Aku harus terus dan tidak boleh kelelahan.

Lebih cepat sampai tujuan akhir lebih baik. Selain aku menang, hal itu juga berarti aku telah bebas. Aku telah menyelesaikan semua yang telah kumulai dan aku akan bisa mencoba jalan lain. Perjalananku ini tanpa akhir. Setelah menyelesaikan sebuah jalan, aku harus melewati jalan lain untuk mencapai tujuan yang lain. Syaratnya hanya tidak boleh membelok. Apapun jalan yang kupilih, betapapun godaan keelokan yang ada di belokan2 tersebut, aku tetap tidak boleh membelok. Semua jalanku mendaki namun lurus.

Aku sudah memutuskan bahwa yang sudah kumulai harus aku sendiri yang mengakhirinya. Muaranya, aku harus berdamai dengan semua kenyataan dan meyakini bahwa jalanku tak pernah keliru.

Aku telah berjalan di masa lalu, sedang singgah di masa kini, dan terus melangkah menuju masa depan.

29 Maret 2011, 05.45

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline