Gunung Merapi yang terletak diperbatasan Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung api paling aktif didunia yang memiliki ritme letusan setiap 2 - 7 tahun sekali. Gunung ini merupakan gunung api type strato yang secara istimewa di pantau selama 24 jam oleh pemerintah melalui Direktorat Vulkanologi, Sub Direktorat Analisa Gunung Api dan Panas Bumi, Departemen Pertambangan dan Energi. Saat ini gunung merapi dipantau melalui Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunung Apian (BPPTK) yang terletak di Jl Cendana Kota Yogyakarta dengan dibantu oleh pos-pos pengamatan visual gunung merapi yang tersebar dilereng-lereng gunung merapi seperti di Jrakah, Selo, Ngepos, Kaliurang (dahulu di Plawangan), Babadan, dan sebagainya. Kantor BPPTK Yogyakarta mengamati dan mengawasi gunung merapi selama 24 jam melalui berbagai metode pengamatan dengan berbagai bidang ilmu seperti: geologi, geofisika, geokimia, deformasi sedangkan untuk pengamatan visual gunbung merapi dilakukan oleh pos-pos pengamatan yang tersebar disekitar lereng gunung merapi dengan pengamatan harian meliputi pengamatan visual bentuk puncak gunung merapi, posisi dan bentuk kubah-kubah lava disekitar puncak merapi, pengamatan kegempaan dengan peralatan seimografi, pengamatan suhu, pengamatan takanan gas yang keluar dari puncak merapi, dan lain sebagainya. Bahkan dahulu ada peralaatan kamera visual yang dipasang di puncak gunung merapi dan rekamannya bisa ditonton dari Kantor BPPTK di Yogyakarta seperti menonton televisi dimana semua aktivitas vulkanik di puncak merapi bisa terpantau melalui alat yang bernama ROVS (Remote Operated Vision System), namun entah apa sampai dengan sat ini peralatan ini masih ada. Kenapa gunung merapi secara khusus dipantau secara terus menerus?. Ya, karena sifat aktif gunung ini yang selalu menimbulkan ilmu dan pengetahuan baru. Sehingga tidak berlebihan jika gunung merapi juga sekaligus menjadi laboratorium alam gunung api di Indonesia dan dunia. Dimana para ilmuan dari Indonesia dan luar negeri banyak menimba ilmu langsung dari laboratorium alam ini. Gunung merapa memiliki 2 jenis bahaya primer dan skunder, bahaya primer adalah bahaya yang ditimbulkan langsung pada saat gunung merapi meletus, diantaranya adalah Awan Panas atau masyarakat sekitar merapi sering menyebutnya sebagai "wedhus gembel". Awan panas ini sebetulnya adalah effek dari meluncurkan materian panas dari perut gunung merapi berupa batu, kerikil, debu, pasir, lava panas yang bercampur gas yang meluncur mengikuti cekungan atau arah alur sungai. Meluncur dengan sangat cepat kebawah sehingga minimbulkan uap panas yang membumbung keangkasa dengan suhu lebih dari 600 derajat celsius. Bisa dibayangkan apabila ada tumbuhan, manusia, binatang dan benda-benda padat ketika dilewati suhu sepanas ini pasti akan meleleh dan terbakar. Ciri khas utama dari letusan gunung merapi adalah munculnya awan panas ini. Dan selama ini awan panas bisa meluncur dalam jarak 2-7 km dari puncak gunung merapi. Jadi apapun yang dilewati baik itu hutan atau perkampungan pasti akan terbakar habis. Bahaya primer yang lain adalah batu-batu pijar. Batu-batu pijar ini keluar dari mulut kawah gunung merapi dengan suhu sekitar 600-800 derajat celcius. Kelihatannya memang seperti lontaran kerikil (jika dilihat dari jauh), namun sebenarnya batu-batu yang terlontar itu bisa saja seukuran gajah atau seukuran rumah. jadi jika kita amati letusan gunung merapi dimalam hari sebetulnya sungguh indah seperti pesta kembang api. Namun pada dasarnya itu adalah lontaran batu-batu pijar. Dan batu-batu pijar ini ketika tidak sampai meluncur kebawah beberapa hari kemudian setelah kena air hujan dan angin akan menjadi batu-batuan biasa, Sementara kumpulan lava pijar yang tertampung dalam cerukan-cerukan dan tidak bisa mengalir kebawah nantinya akan menjadi dome atau kubah-kubah lava baru atau semacam bukit-bukit batu yang baru. Bagi anda yang pernah berkunjung ke Gunung Kelud sekitar tahun 1992 an lalu pasti akan kaget melihat gunung kelud yang sekarang. Dahulu di kawah gunung kelud ada sebuah kolam raksasa yang jika musim hujan selalu berisi air. Namun sejak letusan gunung kelud beberapa waktu lalu, kolam raksasa itu hilang dan sekarang adanya adalah bukit batu ditengah kawah. Itulah yang disebut dengan kubah lava, seperti yang juga sering tumbuh di gunung merapi setiap terjadi erupsi (letusan) gunung merapi. Sementara itu untuk bahaya skunder berupa banjir lahar dingin, seperti kita ketahui ketika merapi meletus maka jutaan meter kubik material gunung api seperti batu, pasir, debu, gas keluar menjadi satu dan memenuhi sungai-sungai aliran lahar. Dalam beberapa waktu setelah itu di sungai aliran-aliran lahar tersebut akan penuh dengan material berupa pasir dan batu-batu besar. nah, ketika di puncak gunung merapi terjadi hujan lebat, maka batu dan pasir tersebut akan melorot dari hulu ke hilir. Jika ada 1 juta meter kubik material berupa pasir dan batu yang terdorong menuju hilir, maka bisa dipastikan aliran-aliran sungai akan dipenuhi dengan lahar dingin dengan volume besar dan kekuatan yang besar pula, jadi kalau hanya pohon, rumah, jembatan, mobil pasti akan terbawa arus lahar dingin ini. Namun dibalik sifatnya yang sangat berbahaya, gunung merapi merupakan berkah bagi masyarakat disekitarnya, karena beberapa saat setelah gunung merapi meletus, maka tanah-tanah di sekitar gunung merapi akan tumbuh dengan subur. Mudah ditanami aneka jenis tanaman, ibaratnya Allah SWT sudah menebarkan "pupuk ajaib" melalui gunung merapi untuk menyuburkan tanah masyarakat sekitar gunung merapi. Dan berkah yang tidak kalah besarnya adalah anugerah berupa sumber daya alam berupa pasir dan batu yang bisa digunakan untuk material membangun rumah. Kita semua tahu kualitas pasir dan batu yang berasal dari gunung merapi adalah material dengan kualitas super yang sangat baik untuk bahan bangunan. Jadi jika pemerintah setempat mampu memanfaatkan potensi alam yang luar biasa ini, maka berkah setiap merapi meletus akan bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakatn yang kaya akan sumber daya alam material alam gunung merapi. (MB.ARIYANTO, Pecinta dan Pemerhati Gunung Api)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H