Lihat ke Halaman Asli

Selamat Jalan Pak Bina Heru Kesawa Murti

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_122787" align="alignleft" width="300" caption="Pak Bina dalam Teater Pandhol @2010"][/caption] Setelah dari jam sebelas siang tadi offline, maka sore hari menjelang berbuka  saya online lagi. Agak berbeda, pertama kali online biasanya yang saya buka adalah email, namun kali ini justru laman facebook yang boleh dibilang agak jarang saya kunjungi. Dan sesaat setelah saya online di facebook yang saya dapatkan adalah gambar photo hasil tags dari Kang Tampah, tak lain adalah  gambar sosok aktor dan seniman panggung Jogja bernama asli RM. Adrianus Heru Kesawamurti atau lebih ngetop dengan panggilan Pak Bina. Yang membuat saya kaget adalah bahwa setelah setengah hari offline saya justru langsung mendapatkan kabar duka atas berpulangnya salah satu tokoh senior Teater Gandrik yang juga aktor utama acara 'mbangun desa' TVRI - Jogja beberapa tahun lalu itu.
Saya sebut tokoh besar dalam dunia seni karena beliau benar-benar mampu mengaplikasikan segala ide kehidupan sehari-harinya wong cilik aka rakyat kecil kedalam seni pementasan, baik yang tayang di layar kaca sebagaimana acara "Mbangun desa" pun yang bakal dipertontonkan dalam seni pertunjukan "Teater Gandrik". Lihat saja karya beliau tahun lalu yang dipertunjukkan bersama teater gandrik dalam karya berjudul "Pandhol" Ide beliau selalu brilian, menyentuh segala lapisan sosial. Yang merasa terkritik ya sumangga, yang bisa terhibur dengan "ndagelnya" ya silahkan tertawa. Berkaca dari hal ini sungguh teramat beda kalau musti dibandingkan dengan keadaan yang ada di sekitar kita, salah satu sisi yang bisa dijadikan contoh adalah dengan para politikus pun penyelenggara negeri ini, dimana sudah cukup garing dan kalaupun ditertatawakan ya karena memang beneran lucu diluar nalar kerjaan pengurus negeri. Dimana yang seharusnya serius mengelola negeri ini justru malah ndagelnya bikin terpingkal-pingkal sampai air mata yang keluar hanya mampu menimbulkan kata "prihatin".
Bagaimana penongton tak menjadi tertawa jika mereka yang semestinya memerintah justru malah beralih peran jadi "menghimbau". [caption id="attachment_122786" align="alignright" width="300" caption="Pak Bina n Denbaguse Ngarsa dalam Teater Pandhol @2010"][/caption] Acara  mBangun desa pun obrolan angkring adalah acara di TVRI Jogja yang sempat dibintangi oleh almarhum Pak Bina. Sesuai judul, dalam acara itu tak ada yang bermakna serius, hanya sekedar ngobrol tentang kehidupan manusia pedesaan, namun justru dari situ banyak nilai dan manfaat yang mampu dipetik tanpa harus ngoyo mikirnya. Gotong royong membangun desa dalam suasana keakraban budaya lokal, yaaaa kearifan budaya lokal. Argumentasi Pak Bina sangat melekat di hati para pemirsa, sederhana namun tak pernah lepas dari konsep. Banyak hal yang mampu menggugah semangat pun menimbulkan riang tawa serta canda ria. Apalagi ketika Pak Bina ini tampil dengan lawan mainnya adalah Drs Susilo Nugraha aka Den Baguse Ngarsa. Terngiang benar diotak argumentasi-argumentasi Pak Bina didepan Denbaguse Ngarsa,

Uwong nek dadi punggawa njuk nggon rai ngisor mripat ana andheng-andhenge mesthi mreki, iyig, cemlolo tur ya kemaki..!

Orang itu kalo dah jadi pejabat trus diwajah bawah matanya ada tai lalatnya pasti pelit, iyig, cemlolo serta kemaki..! (maaf tiga kata itu susah saya alih bahasakan).

Makna yang bisa tersirat sesuai kehidupan dalam sosial adalah tentang mata duitan yang kebanyakan dimiliki oleh para punggawa negeri ini. Entahlah, silahkan lanjutkan sendiri makna kritik sosialnya...

Ada lagi dialognya ketika didepan Sronto sebagai lawan mainnya juga,

"Sron, tak suguh wedang putih ningo rasah crigis yaaa...!

(Sronto, aku jamu air putih tapi nggak usah cerewet yaa..!") Hal itu dilakukan sambil menaruh ceret diatas meja,ceretnya berwarna hitam kusam, terlihat kalo tiap hari dipakai untuk merebus air menggunakan kayu bakar.

Potret orang kecil tergambar jelas disini. Meski kelihatan sekilas adalah "mreki" namun potret keikhlasan dalam candanya orang kecil yaitu 'gojek kere' masih tergambar jelas tanpa perlu banyak mikir dalam memaknainya. Kejujuran wong cilik juga digambarkan oleh almarhum Pak Bina Heru Kesawa Murti dalam seni perannya. Ketika berperan sebagai sosok Pak Bina dalam acara "Mbangun Desa" beliau sempat menjual motor tuanya dan dibeli oleh Kuriman. Dialog apa yang keluar dari beliau...?

Man Kuriman, kowe rasah kakehan rembug wis, ora-orane nek aku ngapusi nek karo balung dhewe iki, pitmontor wis tak servis, tak kompakke banne, lan tak lap. Iki aku dodolan karo kowe akeh bonuse lhoo, ana helm warisan jaman veteran ki, njuk gombal lap wae ya tak paringke kanthi lega-lila, piyee...? Rasah nylekuthis ngono ta nek karo aku kii..!

Man Kuriman, Kamu nggak usah kebanyakan bicara. Saya tak akan bohong kalau sama teman sendiri itu, sepedamotor sudah saya servis, aku pompa bannya, dan aku lap juga. Ini aku jual kepadamu juga banyak bonusnya lhoo, ada helm warisan jaman veteran, trus kain lap saja juga aku sertakan dengan seikhlas-ikhlasnya lhooo, Gimana..? Gak usah nylekuthis (maaf gak bisa translet) seperti itu kalau denganku yaa..!

Potret kehidupan yang menginspirasi dan diaplikasikan oleh almarhum dalam sosok kesederhanaan semoga banyak mengilhami kita dalam kehidupan sosialita bersama manusia lain ini. Dalam rasa kehilangan, saya ucapkan selamat jalan - Sugeng Tindak Pak Bina aka Heru Kesawa Murti, semoga masih diberi kesempatan mentas ditempat terang dalam  panggungNYA. Amien...[uth] Tambahan (sumber: Tempointeraktif):

  • Heru Kesawa Murti, 54 tahun, meninggal dunia hari ini, Senin 1 Agustus 2011 pukul 12.00 WIB. Diduga, Heru meninggal dunia di rumahnya lantaran penyakit jantungnya kambuh.
  • Kakak adik, Butet Kertarajasa dan Jaduk Ferianto adalah sepupu dari almarhum. Rencananya jenazah akan disemayamkan semalam di Padepokan Bagong. Selasa esok, sekitar pukul 14.00, jenazah akan dimakamkan di makam keluarga seniman di Gunung Sempu, Bantul. Makam itu juga tempat peristirahatan seniman besar Bagong Kussudiardja.

____________________________________________________________________________________________________ Gambar adalah pertujukan 'Teater Pandhol', saya comot dari tempatnya Kang Tampah tanpa menunggu perijinan terlebih dahulu, maaf n terimakasih... Saya posting juga di MULTIPLY

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline