Dr. Ira Alia Maerani; Muhammad Azriel Firgiawan
Dosen FH Unissula; Mahasiswa Sastra Inggris, FBIK Unissula
Setiap pemeluk agama Islam wajib mentaati, mengamalkan dan menjalankan Syari'at Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari dengan tertib dan sempurna, baik melaui diri pribadi, keluarga, masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demi terwujudnya pelaksanaan Syari'at Islam dalam masyarakat, maka banyak hal yang mendasar yang harus dibenahi dan ditata ulang terlebih dahulu dan untuk itu diperlukan suatu aturan atau Undang-Undang yang menjadi pembatas terhadap berhasilnya pelaksanaan Syari'at Islam tersebut.
Islam merupakan agama yang sempurna dan universal. Hal tersebut disebabkan agama Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan khaliqnya, akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitar.
Untuk menata semua hubungan-hubungan tersebut, manusia telah diberikan kesempurnaan yaitu kemampuan berfikir yang disebut dengan akal. Akallah yang membedakan dirinya dengan makhluk-makhluk yang lain. Dalam menjalankan dan menjaga keutuhan hubungan-hubungan tersebut, manusia perlu kepada pendidikan, karena pendidikan itu merupakan kebutuhan naluriyah manusia. Di samping itu juga pendidikan berfungsi untuk mengangkat martabat dan harga diri manusia pada posisi terhormat dan termulia, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT.
Agama mengatur tata kehidupan seorang muslim dengan hukum-hukum syari'at berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Hukum syari'at dari Al-Qur'an tersebut dikodifikasikan dalam bentuk aturan yang lebih jelas dan rinci melalui ijtihad para ulama yang disebut dengan fiqih yaitu ilmu yang membahas pemahaman dan tafsiran ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan hukum. Syari'at Islam diturunkan untuk kepentingan dunia dan akhirat, maka keadaan ini menjadi faktor terpenting yang mendorong pemeluk-pemeluknya untuk mentaati hukum-hukum tersebut.
Gagasan hukum Allah dalam agama Islam biasanya dijabarkan dalam kata fikih dan syari'ah (Syari'at). Secara orisinal, bermakna pemahaman, namun dalam pengertian yang luas yaitu seluruh upaya untuk mengelaborasi rincian hukum ke dalam norma-norma spesifik Negara, menjustifikasinya dengan perujukan kepada wahyu. Jadi, kata fiqih menunjuk kepada aktivitas manusia. begitu juga Sebaliknya Syari'at merujuk kepada hukum-hukum Tuhan, dalam kualitasnya sebagai wahyu. Sebagai hukum Tuhan, Syari'at menempati posisi paling penting dalam kehidupan masyarakat muslim.
Dalam kitabnya al-Mustashfa, Imam al-Ghazali menjelaskan konsep maqashid syariah. Menurutnya, tujuan syara' yang berhubungan dengan makhluk ada lima, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka. Maka, setiap hal yang mengandung upaya menjaga lima perkara pokok tersebut itu adalah maslahat. Sebaliknya, setiap hal yang tidak mengandung lima perkara pokok tersebut adalah mafsadah, dan menolaknya termasuk maslahat.
Oleh karena itu, kemuliaan manusia tidak bisa dipisahkan dari pemeliharaan terhadap lima hal tadi. Agama, misalnya, merupakan keharusan bagi manusia. Dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dibawa oleh ajaran agama, manusia menjadi lebih tinggi derajatnya dari derajat hewan. Sebab beragama adalah salah satu ciri khas manusia. Dalam memeluk suatu agama, manusia harus memperoleh rasa aman dan damai, tanpa ada intimidasi. Islam dengan peraturan-peraturan hukumnya melindungi kebebasan beragama.
Maka jelaslah bahwa dalam konsep maqashid syariah ada lima kebutuhan kehidupan primer manusia yang mesti ada (ad-dharuriyyat al-khams) atau kini populer dengan sebutan HAM (Hak Asasi Manusia) yang dilindungi oleh syariat yaitu agama, jiwa, akal, nasab, dan harta. Syariat diturunkan untuk memelihara kelima HAM tersebut. Pelanggaran terhadap salah satu daripadanya dianggap sebagai suatu kriminal (jarimah).
Untuk menjaga kemaslahatan adh-dharuriyat al-khams atau HAM, Islam mensyariatkan sanksi (uqubat) yang cukup tegas, yaitu hukuman hudud, qishash dan ta'zi,r demi menciptakan kemaslahatan publik dan menolak kemudharatan. Hukuman murtad (had ar-riddah) yaitu dibunuh, bertujuan untuk menjaga kemaslahatan agama, agar orang tidak mempermainkan agama dengan seenaknya. Hukuman minum minuman keras (had al-khamr) yaitu cambuk delapan puluh kali atau empat puluh kali bertujuan untuk menjaga akal agar tetap baik dan sehat.