Apa itu defekasi?
Defekasi adalah istilah yang digunakan tim medis, yang artinya buang air besar. Saat berbicara defekasi maka hal yang dinilai adalah pola, konsistensi feses, sinergisitas, dan nyeri. Defekasi dikatakan normal saat terjadi rutin 1-2 kali dalam sehari, konsistensinya lembut dan berbentuk (biasanya seperti pisang), mampu mengeluarkan seluruh feses tanpa terasa ada yang tersisa, dan biasanya tidak nyeri saat dikeluarkan.
Ada tiga periode selama usia bayi dan anak yang menjadikan anak berisiko mengalamai konstipasi fungsional:
1. Saat dikenalkan dengan sereal dan makanan padat, yaitu saat usia 6 bulan hingga 1 tahun
2. Saat diajarkan toilet training, yaitu usia 2 hingga 3 tahun.
3. Saat memulai sekolah, yaitu di usia 3 hingga 5 tahun.
Ada anak yang jongkok di balik pintu sambil satu tumit kakinya menekan salah satu bokongnya. Ada yang lama jongkok karena belum bisa mengeluarkan pupnya. Ada yang menangis saat di bawa ke IGD RS karena kesakitan saat ingin BAB. Anakku sudah banyak makan sayur dan buah. Oiya dia pernah keluar cacing dari pupnya, karena takut, sehingga daripada mengeluarkan pupnya dia lebih senang menahannya. Anakku baru saja pindah sekolah, semenjak pindah sekolah BAB nya jadi tidak teratur. Iya, anakku minumnya sangat sedikit, mungkin itu menjadi penyebabnya. Hal di atas yang telah dipaparkan merupakan gejala maupun faktor risiko konstipasi.
Apa itu konstipasi?
Merupakan kondisi yang membuat anak sulit melakukan buang air besar yang disebabkan oleh berbagai faktor, alergi susu sapi, asupan nutrisi, maupun faktor psikogenik (untuk anak remaja, anoreksia). Konstipasi bisa terjadi pada semua usia. Pakar saluran pencernaan anak Indonesia sepakat membaginya (menurut usia) di atas 4 tahun dan di bawah 4 tahun. Bila anak Ayah/Ibu memiliki sedikitnya 2 gejala berikut yang berlangsung 2 bulan mungkin Ayah/Ibu perlu memberi perhatian lebih atau menghubungi dokter Ayah/Ibu. Adapun gejalanya dapat berupa:
- Buang air besar kurang dari sama dengan 2 kali perminggu,
- Didapatkan 1 kali episode BAB yang tidak terkontrol,
- Dijumpai riwayat BAB tertahan yang berlebihan (encopresis),
- Volume feses yang besar, dan
- Diameter feses yang besar hingga menyumbat toilet.
Dari hal tersebut di atas Ayah/Ibu bisa membuat ceklisnya. Apakah didapati gejala tersebut di atas?
Bagaimana kami menghadapi kondisi ini?
Bila kondisi sudah tidak dapat ditangani di rumah, Ayah/Ibu bisa mengunjungi IGD RS dan mendapatkan pelayanan untuk evakuasi feses. Dengan berbagai kondisi anak yang mengalami konstipasi, tidak jarang anak sudah menangis duluan saat melihat toilet, karena pengalaman yang tidak nyaman saat mengejan dan sensasi nyeri yang dirasakan saat anak mendorong pupnya, alih-alih pupnya keluar malah pup membut peregangan pada rektumnya. Ayah/Ibu yang menghadapi situasi ini sangat serba salah tentunya. Pendekatan tim medis untuk memberikan terapi (disimpaksi), tindakan, dan sugesti yang baik tentang kondisinya sedikit banyak akan menenangkan anak. Setelah pemberian obat melalui dubur, obat akan bereaksi 10-20 menit. Anak akan dibawa ke toilet untuk mengeluarkan pupnya. Sambil diberikan sugesti "Ayo kita keluarkan pelan-pelan ya agar keluar pupnya", "ayo nak, pelan-pelan ya, Ibu/Ayah menunggu di sini, sampai pupnya keluar ya", "tidak apa sakit sedikit ya, Ayah/Ibu di sini ya, sebentar lagi pupnya keluar ya". Tentunya kondisi sebenarnya sangat tidak kondusif, tidak seperti membaca teks ini. Ayah/Ibu yang menghadapinya pasti cemas, apa lagi anaknya sudah menangis (usia 3-5 tahun, bahkan tak jarang kondisi menangisnya meraung-raung minta gendong Ayah/Ibu). Ya apapun alasannya, kondisi tersebut harus dihadapi dan dilewati dengan baik sampai pup yang keras tersebut keluar (bila memungkinkan). Sebab ada kondisi yang sudah ditunggu 1-2 jam pup tidak keluar, dapat diberikan kesempatan mengeluarkannya 1-5 hari dengan menggunakan obat minum.