Review Buku Rubaiyat Karya Maulana Jalaludin Rumi: Sejauh Mana Dirimu Membawamu Kembali?
Menyelami puisi karya Jalaludin Rumi diibaratkan menyelami palung Mariana yang sulit diterka ujungnya, sebab bagaimanapun saya sebagai pembaca kebingungan untuk menguraikannya, hal itu dikarenakan Jalaludin Rumi kerap menggunakan bahasa yang sebenarnya sederhana namun tidak bisa saya mengerti.
Dalam hal ini sudah jelas kemampuan tasawuf saya dan pemahaman saya dalam mengartikan keinginan Rumi itu sendiri seolah berhadapan langsung dengan jalan buntu; saya tidak bisa bergerak kemana-mana selain harus mundur kebelakang.
Jadi pada tulisan saya ini, saya tidak berharap banyak bisa membuat para pembaca bergairah dengan review yang akan saya lakukan, saya bahkan merasa---kendati belum menulis---gagal untuk menyampaikannya.
Namun buku Rubaiyat telah saya beli dan baca bersamaan dengan buku Animal Farm karya George Orwell, dan kendati saya mungkin akan kesusahan mengartikannya, namun tentu tidak ada alasan untuk mencoba.
Baca Juga: Layla Majnun: Sejauh Mana Manusia Bisa Waras Dalam Cinta?
Mengenai Maulana Jalaludin Rumi, saya dulu hanya pernah mendengar namanya sebagai seseorang yang besar dan masyhur pada zamannya. Saya kerap mendengarnya sebagai salah satu tokoh tasawuf terkemuka dan sastrawan dari Timur yang namanya melambung ke angkasa.
Semakin beranjak umur saya, saya semakin mengetahui bahwa tulisan-tulisannya tidak hanya dikaji oleh orang-orang Timur, melainkan juga dikaji oleh orang-orang Barat.
Namun saya masih belum paham mengapa hal itu terjadi, karena sedari dulu saya pernah membaca sedikit tentang puisinya namun tetap kebingungan; apa yang bisa dikaji dari puisi-puisinya yang membingungkan?
Ada sebuah cerita yang membuat saya jatuh cinta kepada Jalaludin Rumi, yaitu adalah ketika dirinya beradu pendapat dengan seorang tokoh tasawuf yang iri kepada Jalaludin Rumi.