Internship atau magang adalah istilah yang sudah tidak asing di Indonesia, terutama di kalangan mahasiswa. Magang merupakan pengalaman kerja dalam jangka waktu relatif singkat yang dilakukan oleh intern atau peserta magang di suatu instansi. Umumnya, magang dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja sesuai dengan bidang kompetensi yang dipelajari ketika kuliah.
Magang sendiri terbagi dalam dua jenis, yaitu magang tidak berbayar (unpaid internship) dan magang berbayar (paid internship). Meski terdengar berbeda, kedua jenis magang ini memiliki tujuan yang sama untuk mendapatkan pengalaman sebelum terjun langsung ke dunia kerja. Perusahaan atau instansi yang menawarkan magang biasanya akan memberikan informasi terkait jenis magang yang ditawarkan.
Bagi mahasiswa tingkat akhir magang dibutuhkan sebagai wadah untuk mempersiapkan diri dan merasakan langsung bagaimana situasi dunia kerja setelah selesai menempuh pendidikan di bangku kuliah. Selain itu, magang merupakan salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa di beberapa kampus. Situasi ini juga mendorong mahasiswa tingkat awal melakukan magang agar memperoleh pengalaman lebih cepat atau sekedar mengisi waktu luang.
Beberapa mahasiswa tingkat awal cenderung memilih magang dengan kapasitas diterima lebih besar tanpa melihat apakah magang yang dipilih berbayar atau tidak. Namun, hal ini justru menimbulkan tanda tanya baru. Apakah peserta magang tidak berhak menerima insentif dari pekerjaan yang dilakukan untuk perusahaan?
Salah satu mahasiswa tingkat akhir Program Studi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang sedang melaksanakan magang di Perusahaan MNC Media, Siti Nur Halizah mengungkapkan bahwa perusahaan yang memberikan uang saku untuk peserta magang adalah bentuk apresiasi. Hal ini sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan oleh peserta magang untuk perusahaan.
“Magang paid di suatu perusahaan itu reward untuk intern karena beberapa intern punya beban pekerjaan yang sama atau justru lebih berat dari pekerja tetap. Kebetulan aku paid internship dan merasakan langsung ternyata tidak mudah beban pekerjaannya jadi kalau dibayar itu wajar sebagai bentuk apresiasi,” ungkap Halizah ketika dimintai keterangan di kawasan Tangerang Selatan, pada Minggu (11/12).
Peraturan resmi mengenai magang di Indonesia sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Kemenaker) Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di dalam Negeri. Dalam Permenaker nomor 6 terdapat ketentuan bahwa peserta magang mempunyai hak untuk memperoleh uang saku dengan mempertimbangkan transportasi, uang makan, dan insentif. Jika perusahaan atau instansi penyelenggara magang tidak memberi uang saku untuk peserta magang, maka hal tersebut tidak sesuai dengan Permenaker dan bersifat ilegal.
Meski demikian, masih terdapat peserta magang yang tidak keberatan jika waktu, tenaga, bahkan biaya yang mereka miliki terkuras begitu saja. Perusahaan atau instansi seakan-akan mendapat tenaga kerja tambahan tanpa perlu mengeluarkan biaya lebih. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa magang adalah perbudakan berkedok menambah pengalaman dan relasi.
Menjawab persepsi tersebut, salah satu mahasiswa Program Studi Jurnalistik UIN Jakarta yang sedang melaksanakan magang di Perusahaan Kompas Gramedia Radio Network, Shafina Madanisa menerangkan bahwa ia tidak keberatan melaksanakan magang tanpa dibayar untuk memperindah Curriculum Vitae (CV) dan menambah pengalaman. Ia juga menegaskan bahwa bentuk kesepakatan kedua belah pihak di awal kontrak harus dipertanggung jawabkan.
“Kalau kata orang-orang memang itu bagian dari eksploitasi tenaga mahasiswa, tapi menurut aku pribadi yang sekarang lagi magang unpaid tidak masalah selagi bisa memperbagus CV dan menambah pengalaman. Karena di awal sebelum tanda tangan kontrak juga sudah ada kesepakatan kalau magang ini unpaid jadi seharusnya bukan perbudakan tapi bentuk tanggung jawab atas kesepakatan bersama,” jelas Shafina ketika dimintai keterangan di kawasan Tangerang Selatan, pada Minggu (11/12).