Lihat ke Halaman Asli

Foto Selfie

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak dahulu banyak orang senang berfoto. Terutama untuk mengabadikan momen-momen menyenangkan dan penting dalam hidup. Jaman sekarang, dengan teknologi yang makin canggih, proses pemotretan tidak lagi rumit seperti dulu. Alatnya mudah dibawa karena semakin kecil dan bahkan tertanam dalam gadget telepon. Fotonya mudah disimpan karena dalam bentuk digital sehingga Pengoperasian semakin mudah. Operatornya tak harus benar-benar ahli teknik fotografi, walau tentu saja, ada perbedaan kualitas pada foto hasil pemotretan amatir dan yang profesional.

Sikap hidup manusia yang senang berbagi kabar, makin teraktualisasi oleh adanya media sosial. Tak hanya kabar berita, namun juga kabar gambar. Mulanya menyenangkan melihat berbagai kegiatan yang dilakukan teman-teman / saudara-saudara kita di media sosial, namun kemudian, muncul fenomena orang-orang yang lebih senang mengabadikan foto dirinya sendiri (selfie) dalam berbagai keadaan setiap harinya. Narsisme ini bahkan bisa menjadi hal yang membuat orang kecanduan. Ada pelajar yang dalam sehari bisa memotret dirinya sendiri ratusan kali. Mulai dari wajah bangun tidur, hendak menyikat gigi, persis setelah mandi, saat bersiap pergi sekolah, di perjalanan, dst, semuanya dalam berbagai sudut (angle). Ada juga yang sampai menjalani bedah plastik perubahan wajahnya karena dia merasa wajah aslinya buruk saat selfie.

Kita sebagai murid-murid Tuhan, tentu telah diajar untuk rendah hati. Fenomena selfie apalagi sampai berlebihan, adalah hal yang tentu bertentangan dengan ajaran itu. Kenapa? Karena orang yang terlalu senang menampilkan dirinya sendiri apalagi dalam segala keadaan bisa jadi memiliki salah satu dari 2 karakter yang tidak baik ini, yaitu:
1. Sombong, menganggap diri rupawan sehingga (terlalu) senang memandangi dirinya sendiri (narsis), hendak menunjukkan keberadaan dirinya dalam berbagai kegiatan.
2. Rendah diri, sehingga sengaja (sering) posting banyak foto dirinya untuk mencari pujian dari teman-teman di media sosialnya. Ingin dianggap dirinya selalu intens berkegiatan, punya banyak teman yang asyik (kumpul-kumpul, nongkrong, tertawa bersama), selalu update/bersinggungan dengan kejadian penting, dll.

Bila sedang dalam kejadian yang rasanya spesial, tentu tak salah berfoto. Tak salah juga bila senang berbagi foto di media sosial. Namun bukan berarti dimana-mana berfoto (diri) dan dibagikan. Bukan berarti saat sedang serius seperti rapat, atau di tempat ibadah, atau di depan suatu kecelakaan justru kita berfoto selfie. Bila kita terlalu sering menampilkan foto diri kita sendiri, apalagi kalau kebanyakan foto diri kita benar-benar hanya berfokus pada diri kita sendiri, patutlah kita jujur apakah kita sudah termasuk orang-orang yang narsis.

Foto bukanlah sekedar tentang ‘ada siapa (saya) disitu' tapi sebuah foto seharusnya dapat menceritakan seperti apa suasana saat itu, sedang apa yang ada disitu. Pada akhirnya, meski kita masih dalam masa remaja yang ceria, kita harus dapat memiliki empati akan bagaimana orang lain menangkap apa yang terpancar dari foto-foto kita. Apakah hanya kebanggaan akan diri (wajah/tubuh) kita? Apakah hanya kebanggaan akan materi yang kita punya? Apakah hanya kebanggaan akan teman/kelompok kita? Ataukah ini foto yang menceritakan indahnya, dahsyatnya, baiknya Tuhan kita menciptakan dunia dan segala karya-Nya...

Sumber: http://www.citacinta.com/ceria/whatshot/efek.buruk.kecanduan.selfie/006/006/1574




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline