Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dituduh sebagai dalang dan pihak yang mensponsori demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Tudingan berawal dari pernyataan orang-orang pemerintahan yang menyebut demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja didalangi dan disponsor pihak bertentu. Di saat bersamaan, tudingan menjurus (fitnah) ditujukan kepada SBY, AHY, maupun Partai Demokrat (PD) oleh orang dan buzzer-buzzer yang dianggap publik terafiliasi dengan "istana".
Dalam konteks hukum, menuduh seseorang melakukan tindak pidana tanpa bukti dan dasar yang jelas dapat dikategorikan sebagai fitnah. Adapun sanksi bagi pihak yang melempar fitnah diatur dalam Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi, "barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia berasal untuk membuktikan tuduhannya, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu diketahuinya tidak benar, karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-dari empat tahun".
Adapun pelaksanaan Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus mengacu pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut, "barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, tindakan itu karena priaista, dengan penjara selama-sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-".
Pasal ini sekiranya bisa menjerat nama-nama seperti politisi PDIP Dewi Tanjung, Denny Siregar, dan seword.com yang dengan terang menyerang dan mefitnah SBY dan PD, baik itu secara tulisan maupun video yang yang disebarluaskan di media sosial pribadi dan di "spin" dengan akun-akun anonim lainnya. Apalagi, belakangan pemerintah dengan tegas melalui Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak pernah menuding, menuduh, ataupun memfitnah PD sebagai dalang atau pihak yang mensponsori demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja.
Sikap Kenegarawanan SBY Menghadapi Fitnah
SBY dalam YouTube pribadinya, Senin (12/10), mendukung sikap pemerintah untuk menghukum tegas para pihak yang dianggap menggerakkan, menunggangi, dan membiayai. Akan tetapi, SBY yang mempunyai pengalaman memimpin pemerintahan selama 10 tahun juga memberikan masukan kepada pemerintah. SBY meminta pemerintah untuk menyebutkan secara jelas ke publik siapa pihak yang dimaksudkan oleh pemerintah sebagai "dalang". Hal ini menurut SBY, agar tidak terjadi disinformasi di tengah publik dan berujung ketidakpercayaan publik karena pemerintah dianggap menyebar hoaks.
Dalam video dengan judul "SBY Ngobrol Santai Perkembangan Terkini", tidak sedikit pun terlihat raut muka maupun kata-kata SBY yang menunjukkan kegeramannya atas fitnah yang dialamatkan kepada dirinya maupun partai yang dibesarkannya. Sebaliknya, SBY menerima segala fitnah tersebut dengan sabar dan ikhlas. "Barang kali nasib saya difitnah terus, saya prihatin tetapi yang jelas lagi saya harus bersabar," ujar SBY.
Sikap SBY ini tentunya menunjukkan kelas seorang kenegarawanan. Kenegarawanan yang ditempa dengan pengabdian militer selama 30 tahun yang selalu menjujung pesatuan dan kesatuan Indonesia. SBY pun telah diuji dengan berbagai ujian zaman melalui pengabdiannya di dalam pemerintahan selama 15 tahun.
SBY sebagai orang yang mempunyai kematangan dalam dunia politik maupun pemerintahan, tentu bisa saja mengalamatkan pasal pencemaran nama baik atau fitnah kepada orang yang menuduhnya. Tapi itu bukanlah genentik SBY maupun PD. Selama 10 tahun kepemimpinan SBY, fitnah, menyerang pribadi lawan politik, dan merendahkan harkat martabat orang lain bukanlah cara SBY untuk mendapakatkan dukungan rakyat.
Bahkan dalam konteks prestasi yang didapatkannya, SBY tak pernah mengklaim sebagai pencapaian pribadi. SBY selalu menyebut, "ini buah dari pembangunan yang berkelanjutan". Artinya, SBY menghargai jasa dan kontribusi setiap kepala negara yang pernah memimpin Indonesia sebelum dirinya. Tak sekalipun kita mendengar SBY atau pun pemerintahannya menjelek-jelekkan pemerintahan atau pun pemimpin RI sebelumnya.
Penolakan, pengerahan aksi massa, dan lain sebagainya juga dialami SBY selama 10 tahun menjadi presiden. Tapi SBY selalu hadir untuk mendengarkan keresahan rakyatnya. Meskipun secara dengan terang-terangan pihak oposisi saat itu menjadi penggerak aksi, tapi tak sekalipun SBY merendahkan tuntutan-tuntutan rakyat tersebut.