Lihat ke Halaman Asli

C-A-N-T-I-K (Ladies Empowerment)

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brain, beauty, behavior. Itu adalah slogan kecantikan sejati yang saya kenal sejak SD (dulu bercita – cita mengikuti jejak Angelina Sondakh :D). Makna dibalik itu sebenarnya cukup dalam, di mana wanita dipandang sempurna saat memiliki kecerdasan, keindahan, dan tata krama yang baik. Jika saya tidak salah menilai, semua wanita pasti ingin cantik bukan?

Tapi saat ini berbanding terbalik. Banyak wanita yang tereksploitasi fisiknya karena pesona tampilan kinclong wanita di media massa. Perawatan kecantikan menjadi kian marak. Fashion semakin berkembang dari yang bermerk hingga KW. Bisa dikatakan hampir 70% isi pusat perbelanjaan adalah busana wanita. Lalu di mana Brain dan Behaviour diutamakan? Sejauh ini manusia lebih fokus menekankan pada standar Beauty dalam kecantikan. Toko buku dan perpustakaan masih kurang diminati wanita – wanita umumnya.

Kontes Ratu Sejagad pun disemarakkan. Denganberbekal slogan Brain, Beauty, Behavior, banyak masyarakat menjadikan kontes ini sebagai standar kecantikan dunia. Sisi lain yang ada adalah kontes di Indonesia yang bergerak untuk mencari kandidat yang mewakili Negara ini di kontes tersebut. Beberapa kali saya melihat kontes itu pada finalis 3 besar, memberikan jawaban yang cukup “antik” dalam beberapa pertanyaan. Padahal ia berstatus mahasiswa, yaitu pembelajar yang bertugas mempelajari ilmu dari manapun (berbeda dengan pelajar yang masih bertugas belajar dari apa yang diberi oleh lembaga pendidikannya). Bagaimana mungkin memberi jawaban yang bersifat subjektif dan tidak ilmiah? Di mana letak brain itu? Hanya beberapa dari Putri Indonesia dan Miss Indonesia yang saya kagumi kecerdasannya, selebihnya saya memandang mereka tak lebih dari fashionista biasa.

Terkait behavior. Standar kecantikan ini sebenarnya bersikap abstrak, tidak bisa disandingkan dengan lingkup dunia. Behavior Indonesia yang menjunjung budaya timur tentu tidak bisa disamakan dengan Negara barat. Lalu apa standar behavior untuk wanita cantik? Apakah hati yang baik? Sepertinya ini standar kecantikan, tapi di luar makna behavior. Atau tata krama? Ini lebih abstrak. Wanita yang melakukan pergaulan bebas asal dengan pacarnya pun bisa dipandang memiliki behavior yang baik jika kita berada Negara barat. Meminum anggur pun menjadi hal biasa. Lantas bisakah karakter ini dipandang standar kecantikan. Lalu apa standar kecantikan dari sudut behavior sebenarnya?

Jika saya boleh menilai, pada akhirnya behavior ini dinilai dari bahasa tubuh dan beberapa kebiasaan baik saja. Tapi kontes semacam Ratu Sejagad pun belum mampu menghasilkan behavior yang baik bagi saya. Bagaimana mungkin seorang wanita dengan behavior baik menampilkan kemolekan tubuh berbalut bikini di depan kamera? Tapi dengan embel – embel Ratu Kecantikan Dunia, tak sedikit wanita di Indonesia pun turut menjadikan mereka parameter kecantikan untuk menjadi cerminan dirinya. Media turut meng-expose, remaja turun ke jalan ehh turut terpancing maksudnya. Dibandingkan brain dan behavior, kontes - kontes semacam ini sepertinya lebih menekankan pada beauty saja. The real good behavior has been nearly lost in Indonesia.

Tulisan ini merupakan suatu kritik terhadap kita, para wanita. Mari kita berhenti mengeksplorasi fisik dan menjadikan dunia barat sebagai standar kecantikan. Terlebih jika fisik itu kita eksplor untuk dilihat di depan umum. Terlalu berharga fisik kita untuk dikonsumsi publik tanpa pertanggungjawaban. Beberapa orang justru hanya akan menyepelekan kita. Sudah umum dikenal kalimat "wanita cantik jarang yang pintar". Saya tidak bisa terima dengan ungkapan itu. Tidak perlu berdalih dengan kecerdasan adalah bakat lahir lalu menyerah di bidang akademik maupun pengetahuan umum. Karena kecerdasan bisa dilatih. Bagaimana bisa cerdas bila keseharian dihabiskan di Mall, melihat sinetron, dan lainnya?Yang ada justru muncul kecerdasan yang menyimpang. Baiklah, cerdas tidak harus dibidang ilmu pengetahuan. Tapi secemerlang apapun reaksi timbal balik kita dalam kehidupan, tanpa pengetahuan, seakan tak lebih dari tong kosong yang berkulit beton tebal. Tidak jatuh terguling tak lebih karena anugerah Tuhan, bukan karena usaha sendiri. Apa hebatnya? Maka berhentilah menyepelekan ilmu pengetahuan. Let's be a hard worker!

Hal yang sama dengan behavior. Sudahilah melihat karakter wanita di dunia kapitalis sebagai standar behavior. Agama Kristen memiliki Isa dan Maryam, Islam memiliki Muhammad dan Aisyah, agama lain pun pasti memiliki cerminan masing – masing. Indonesia menjunjung ketuhanan bukan? Maka mari bersama kita bersikap sesuai ajaran agama kita. Itulah behavior sesungguhnya. Mungkin tidak terlihat, tapi dari situ sesungguhnya muncul inner beauty. Saya banyak menemukan wanita yang secara rupa fisik tidak terlalu menarik, tapi mempesona dengan sendirinya seakan ada faktor X. Di balik itu, sang wanita ternyata memiliki kepribadian yang cukup terpuji.

Tidak ada paksaan, tapi itu hanya jika kita ingin menjadi benar – benar cantik dengan brain, beauty, dan behavior. Jika saya sendiri, menganalogikan sebagai seperti apa pasangan idaman saya, seperti itulah diri saya akan saya bentuk. Karena Tuhan Maha Adil dan Memantaskan #salahfokusjodoh -_-a.

Semoga manfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline