Lihat ke Halaman Asli

Maya Desvina Putri

Mahasiswi prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Padang

Eksistensi Surau di Tengah Generasi Milenial

Diperbarui: 15 Mei 2024   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini surau tidak lagi menjadi tempat sentral pembentukan karakter anak Minangkabau seperti dulu. Fungsi tradisional surau sebagai tempat tinggal anak laki-laki Minangkabau telah menjelma menjadi tempat pelestarian dan transmisi adat dan budaya Minangkabau. Meskipun surau masih digunakan untuk kegiatan pengajian dan tempat pengajian, namun perubahan tersebut terjadi karena adanya pergeseran pola migrasi masyarakat Minangkabau. Saat ini banyak dari mereka yang merantau tidak kembali ke kampung halaman setelah menikah dan mempunyai anak, berbeda dengan dulu ketika laki-laki Minangkabau yang sukses di luar negeri pada umumnya kembali ke keluarga dan masyarakat berkontribusi di kampung halaman.

Perubahan pola migrasi ini secara tidak langsung mempengaruhi berfungsinya surau di Minangkabau. Sistem kekeluargaan juga berubah, sehingga anak laki-laki tidak lagi bermalam di surau karena disediakan kamar di rumah orang tuanya. Jika pola migrasi terus berubah, maka anak laki-laki yang lahir di luar negeri dan telah menginjak usia baligh tidak akan merasakan tradisi tidur di Surau. Hal ini mencerminkan perubahan besar dalam praktik sosial dan pendidikan di Minangkabau, yang sebelumnya diwakili oleh tokoh seperti Syekh Burhanuddin. Dengan dukungan sahabatnya seperti Idris dan Khatib Majalelo, Syekh Burhanuddin mendirikan surau di Tanjung Medan, Ulakan sebagai pusat pendidikan Islam, menyoroti pentingnya lembaga ini bagi sejarah dan pendidikan Islam di Minangkabau.

Membangun eksistensi surau di kalangan generasi Milenial

Di zaman yang terus berubah, tempat ibadah seperti Surau memegang peranan penting, khususnya dalam menghubungkan generasi Milenial dengan tradisi spiritual dan budaya dalam diri mereka. Sebagai tempat yang lebih dari sekedar tempat ibadah, Surau ini sudah seharusnya menjadi pusat komunitas yang mendidik dan menginspirasi dikalangan generasi Milenial. Dengan pendekatan yang relevan, Surau dapat berperan penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai generasi Milenial.

Kita tidak bisa mengabaikan bahwa generasi Milenial sering disebut sebagai generasi yang menjauhkan diri dari nilai-nilai tradisional dan lebih fokus pada teknologi dan media sosial. Namun, hal ini justru menjadi peluang bagi Surau untuk bertransformasi tidak hanya menjadi tempat ibadah yang statis, namun juga menjadi ruang sosial dinamis yang mampu menyajikan konten edukasi dan interaktif yang memenuhi kebutuhan dan bahasa generasi ini.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pengurus Surau untuk memikirkan strategi dan program yang inovatif agar tetap relevan di mata generasi milenial. Program yang memadukan teknologi, diskusi kekinian dan kegiatan sosial dapat menjadi salah satu cara untuk merangsang minat generasi muda. Dengan demikian, surau tidak hanya mampu bertahan namun juga tumbuh subur di tengah perubahan sosial dan budaya yang sangat dinamis. Surau harus menjadi simbol kebersamaan dan pusat pembelajaran yang memenuhi kebutuhan spiritual dan sosial generasi Milenial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline