Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan anggaran yang ada adalah dengan menjadikan homeschooling termasuk sebagai sistem pendidikan formal. Menurut Permendikbud Nomor 129 tahun 2014, sekolahrumah (homeschooling) berarti proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas dimana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal. Permendikbud ini juga menyebutkan bahwa peserta sekolahrumah berhak melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus dari ujian kesetaraan (Paket A, B atau C).
Menurut Permendikbud Nomor 129 tahun 2014, ada tiga jenis bentuk rumahsekolah yang bisa diselenggarakan oleh keluarga Indonesia.
- Sekolahrumah Tunggal adalah layanan pendidikan berbasis keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga untuk peserta didik dan tidak bergabung dengan keluarga lain yang menerapkan sekolahrumah tunggal lainnya.
- Sekolahrumah Majemuk adalah layanan pendidikan berbasis lingkungan yang diselenggarakan oleh orang tua dari 2 (dua) atau lebih keluarga lain dengan melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan pembelajaran bersama dan kegiatan pembelajaran inti tetap dilaksanakan dalam keluarga.
- Sekolahrumah Komunitas adalah kelompok belajar berbasis gabungan sekolahrumah majemuk yang menyelenggarakan pembelajaran bersama berdasarkan silabus, fasilitas belajar, waktu pembelajaran, dan bahan ajar yang disusun bersama oleh sekolahrumah majemuk bagi anak-anak, termasuk menentukan beberapa kegiatan pembelajaran yang meliputi olahraga, musik/seni, bahasa dan lainnya
Mengapa homeschooling?
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu mendukung program homeschooling yang mulai berkembang di Indonesia.
1. 'Melepas' siswa dari keluarga yang memiliki status ekonomi menengah ke atas agar tidak bergantung pada pemerintah
Menurut Lampiran Permendikbud Nomor 161 tahun 2014, Program BOS yang diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2005 ini bertujuan untuk:
- Membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SD-SMP Satap/SMPT negeri terhadap biaya operasi sekolah;
- Membebaskan pungutan seluruh peserta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
- Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta.
Saat ini, dana BOS yang diperuntukkan oleh siswa miskin, faktanya banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas yang secara sisi finansial mampu untuk membiayai sekolahnya sendiri tanpa mengandalkan bantuan BOS dari pemerintah. Betapa banyak kita temukan bahwa sekolah-sekolah negeri di Indonesia banyak diisi oleh para murid yang 'mentereng' yang biasa menenteng laptop dan gadget canggih yang harganya tentu saja tidak murah ke sekolah. Gaya hidup para siswa di sekolah negeri yang cenderung mewah, membuat para siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu minder. Hingga banyak para orangtua yang lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang berbiaya murah (low cost private school).
Senang berkompetensi antara satu sama lain merupakan sifat yang dimiliki oleh sebagian besar manusia di muka bumi ini. Secara manusiawi, seseorang ingin menjadi lebih baik dibanding orang-orang di sekitarnya. Maka jika para orangtua lebih memilih untuk melakukan homeschooling untuk anak-anaknya, porsi siswa dari kalangan menengah ke atas akan berkurang. Sehingga, keluarga yang tidak mampu akan bisa 'kembali' ke sekolah negeri yang fasilitasnya terbukti lebih baik dibanding sekolah swasta murah.
Pihak swasta yang 'ditinggalkan' oleh murid-muridnya, mau tidak mau akan melecut sekolah untuk memiliki fasilitas yang paling tidak sebanding dengan sekolah negeri. Sehingga dana BOS yang selama ini pemerintah luncurkan bisa tepat sasaran.
Menurut data.go.id, jumlah guru di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2.464.425 orang. Itu belum termasuk guru honorer yang perekrutannya diserahkan sepenuhnya pada tingkat satuan pendidikan masing-masing. Jika kalangan menengah ke atas mulai 'meninggalkan' sekolah, para guru pun akan berkurang. Para honorer yang mungkin kehilangan pekerjaannya akibat homeschooling, bisa menjadi tutor yang mengajar anak-anak homeschooling. Dengan demikian, guru akan senantiasa dituntut untuk melakukan inovasi agar ia mampu bersaing di lapangan.
2. Anak-anak yang homeschooling terbukti memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi dibanding anak yang menghabiskan waktu di sekolah