Lihat ke Halaman Asli

Perpustakaan Desa: Sumber Cahaya Peradaban Bangsa

Diperbarui: 21 September 2017   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak sedang asyik membaca di Rumah Baca Taman Lestari (sumber foto: dokumentasi penulis)

Sebagian dari dana desa akan dialokasikan untuk perpustakaan? Rasanya senang sekali membaca berita itu. Sebelumnya saya pernah menulis tentang ide alokasi dana desa untuk perpustakaan di sini. Dan saya yakin, banyak penggiat literasi juga menggaungkan ide yang sama. Alhamdulillah, Presiden Jokowi, yang saya kenal cukup responsif dalam mendengar masukan dan gagasan, mulai mempertimbangkannya menjadi program resmi pemerintah.

Makna Perpustakaan  dan Membaca

Di kampung, buku bacaan adalah barang langka. Sekalipun seorang anak sudah bisa membaca, ia tak punya banyak bahan untuk dibaca. Oleh karena itulah, perpustakaan SD Inpres menjadi sahabat terbaik saya sewaktu kecil. Buku-bukunya memang tidak berwarna-warni seperti sekarang, namun  semua itu tetap menyumbangkan kegembiraan dan wawasan bagi saya, anak kampung. 

Kehausan akan pengetahuan membuat saya dapat bertahan di ruangan sempit perpustakaan. Tata letak buku yang sebagiannya tak karuan, tak menyurutkan hasrat saya untuk datang dan datang lagi, meminjam. Saat teman-teman bermain galah asin di bawah pohon kecapi, saya sibuk memilih buku.

Buku cerita di masa itu masih sederhana. Kavernya dua atau tiga warna dan ilustrasinya pun hanya hitam dan putih. Namun jangan dikira buku semacam itu hanya benda biasa. Semua itu telah banyak memengaruhi kemampuan saya dalam berbahasa dan berani memiliki cita-cita. Beragam kisah inspiratif  telah memberi makan harapan di benak saya untuk bisa hidup lebih baik.  

Karena sering membaca, saya jadi menyukai pelajaran bahasa Indonesia melebihi pelajaran lainnya. Pengetahuan tentang bahasa telah mempermudah saya untuk menyampaikan bermacam pikiran dan keresahan dengan cara yang lebih beradab. Saya merasakan hikmahnya hingga hari ini. Oleh karena itu bisa saya katakan, perpustakaan adalah  sumber peradaban, terlebih di tempat yang sebagian besar orang tak mampu membeli buku bacaan.

Menebar Benih Kemajuan Bangsa

Peduli terhadap buku adalah keniscayaan jika sebuah negara ingin membangun generasi yang maju dan beradab. Bersyukur, pemerintah saat ini semakin serius mendukung  para penggiat literasi dalam menyebarkan buku-buku bermutu ke pelosok negeri, lewat program ongkir gratis setiap tanggal 17 melalui PT Pos Indonesia.

Satu buku bermutu yang dibaca oleh seorang anak, ibarat benih unggul yang ditebar di hamparan tanah. Sekalipun  hanya satu butir  yang dapat tumbuh, ia akan menjadi sumber makanan yang baik bagi jiwa anak. Semakin sering anak membaca, kombinasi  ide di dalam buku akan menumbuhkan kreativitas dan melambungkan imajinasi mereka. Menjauhlah pesimisme dan anarkisme, menjauhlah kegelapan dan kebodohan, selamat datang cahaya.

Saya ingat, suatu hari seorang anak berumur 10 tahun, anggota taman bacaan, tiba-tiba datang membawa kotak dagangan. Di dalamnya ada sejumlah roti goreng. Wajahnya sumringah. Sebuah tas  kecil melingkar di pinggangnya, siap mewadahi uang dari pembeli. 

Saat saya tanya, "Siapa yang bikin?" Ia menjawab, "Ibu. Aku kan baca buku, 'Roti Sehat Titi'. Kubilang sama ibu, aku juga mau kalau jualan roti."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline