Lihat ke Halaman Asli

May Zhafira Maharani

Mahasiswa Universitas Airlangga

Makna Dibalik Tradisi Ruwah Desa: Turun-temurun dari Nenek Moyang

Diperbarui: 26 Juni 2022   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

penarakyatnews.id

Salah satu foto Ruwah Desa yang berada di Dusun Wates Desa Watesnegoro yang masih ada hingga sekarang
Pada tanggal 29 Mei 2022, acara kebudayaan atau tradisi kebudayaan diselenggarakan di  Desa Watesnegoro Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Acara ini sering disebut oleh warga sekitar sebagai "Ruwah Desa", dimana acara ini dilaksanakan selama sehari penuh dan bertempat di Balai Dusun Glatik. Acara ini juga dihadiri oleh banyak lapisan masyarakat, khususnya warga Desa Watesnegoro dikarenakan acara ini merupakan acara besar setelah terhalang pandemi sekian lama.

Ruwah Desa berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, "Ruwah atau Ruwat" yang berarti memelihara, memperingati, dan mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita, sedangkan "Desa" yang berarti wilayah yang dipimpin oleh Kepala Desa. Ruwah Desa sendiri merupakan sebuah tradisi yang masih ada hingga saat ini dimana tradisi ini merupakan tradisi turun temurun dari "Sang Babat Alas atau Sing Mbangun Desa". 

Acara ini diselenggarakan setiap tahun dengan waktu pelaksanaan berada di pertengahan tahun, dengan tujuan untuk memperingati hari ulang tahun Desa dan juga sebagai acara tasyakuran atau selametan untuk kemakmuran dan keamanan Desa Watesnegoro.

Biasanya tradisi ini diselenggarakan mengikuti perhitungan Kalender Jawa yang jatuh pada Bulan Ruwah. Ruwah Desa ini diikuti oleh seluruh warga Desa Watesnegoro sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sebagai sarana untuk membuang nasib buruk untuk selalu diberikan keselamatan di setiap langkah yang ditempuh di tanah tersebut.

Ruwah Desa ini memiliki rangkaian acara dari pagi hingga malam hari, salah satunya adalah Pasar Rakyat. Pasar Rakyat ini merupakan salah satu acara pembuka Ruwah Desa yang dilaksanakan dari pagi hari hingga malam. 

Pasar ini dimaksudkan sebagai ajang wirausaha masyarakat setempat atau UMKM dengan patokan harga yang murah meriah untuk meramaikan acara tersebut. Tidak hanya makanan dan minuman saja, namun juga mulai dari sandang (pakaian), aksesoris, permainan anak-anak bahkan hingga permainan remaja pun ada. 

Pada malam harinya, lebih tepatnya pada waktu Ba'da Maghrib, akan ada tradisi Tumpengan dan doa bersama di setiap Dusun dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada masyarakat setempat dan berdoa supaya diberikan kesehatan dan keselamatan lahir dan batin. Pada akhir acara, akan ditutup dengan saling bertukar makanan satu sama lain atau istilahnya "Bura'an".

Menjelang acara inti, akan ada kesenian Ludruk. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian favorit masyarakat setempat karena masih menjunjung tinggi Budaya Jawa dalam setiap dagelannya. Tujuannya yaitu agar masyarakat setempat terhibur dengan guyonan-guyonan yang disampaikan sebelum masuk ke acara inti sekaligus terakhir yang mengupas akan sejarah. 

Selanjutnya menjelang tengah malam, terdapat Pertunjukan Wayang Kulit yang diselenggarakan hingga pagi menjelang. Dan biasanya pertunjukan wayang kulit ini didominasi oleh para sesepuh Desa ketimbang anak muda.

Ada beberapa masyarakat yang beranggapan bahwasanya tujuan dari adanya Pertunjukan Wayang Kulit ini tidak lepas dari "Para Lelembut atau Bangsa Ghoib" yang sudah bermukim terlebih dahulu di Desa tersebut. Mengapa demikian ? Karena pada dasarnya sejak lahir, manusia sudah hidup berdampingan dengan mereka. Bahkan sebelum para masyarakat setempat bermukim disana, sudah ada mereka dulu yang menjaga tanah tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline