Lihat ke Halaman Asli

Tukang Ojek di Negeri Keju dan Kiat Bebas Pegal

Diperbarui: 9 Januari 2018   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menara Eiffel, Paris / koleksi pribadi

Sebagai warga Jakarta, saya terbiasa dimanjakan dengan moda transportasi khas Indonesia yang sangat praktis, dapat diandalkan, dan ekonomis, yaitu apalagi kalau bukan ojek. Apalagi saat ini sudah ada aplikasi ojek online yang mana kita cukup duduk manis sampai si tukang ojek datang, wah makin manjalah saya. Memang sih, kondisi trotoar di Jakarta yang tidak ramah pejalan kaki juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan malasnya warga untuk berjalan kaki. 

Dan ternyata saya tidak sendirian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Stanford tahun 2017 lalu, penduduk Jakarta dinobatkan sebagai yang paling malas berjalan kaki sedunia, seperti dilangsir Kompas.com  (12/7/2017). Apa jadinya saya yang notabene malas jalan kaki ini, jalan-jalan ke negara lain yang tidak ada ojeknya? Mau tidak mau mengandalkan trasnportasi umum seperti bus atau kereta, dan dipadukan dengan jalan kaki.

Sebagai turis kelas ekonomis macam saya ini, taksi jelas bukan pilihan kalau tidak sangat kepepet. Di beberapa negara Eropa, tarif awal taksi saja bisa dimulai dari 40 ribu rupiah. Kalau di Jepang bahkan mencapai 70 ribuan. Sadar akan banyak mengandalkan kaki ketika akan travelling  di Paris, saya pun mempersiapkan diri. Apalagi salah satu tujuan utama saya adalah mengunjungi Istana Versailles yang luasnya kelewatan. 

Kiat saya supaya Bebas Pegal, yang pertama, tentu saja memilih sepatu yang nyaman untuk dipakai jalan kaki jarak jauh. Pilihlah sepatu yang dapat mensupport kaki dengan baik, yang disesuaikan dengan kontur telapak kaki agar tidak sakit ketika dipakai berjalan. Kalau bisa pilih sepatu yang tidak terlalu ngepas ukurannya, karena bisa menyebabkan lecet-lecet. Kemudian, saya juga mulai jogging ringan dan jalan kaki keliling komplek rumah untuk membiasakan diri.  

Yang terakhir dan tak kalah penting, tentu saja membawa Geliga Krim supaya  otot-otot kaki saya Bebas Pegal meski dipaksa berjalan seharian nanti. Selain itu, karena saya bepergian ala backpacker, berarti alamat bakal  banyak menggendong ransel berat kemana-mana. Otot punggung pun harus saya jaga supaya Bebas Pegal, makanya Geliga Krim sangat berguna buat  saya.    

Tidak lupa membawa Geliga Krim

 Versailles merupakan kota kecil yang terletak sekitar 17 km dari Paris, dan merupakan rumah dari Istana Versailles yang kesohor. Ia sempat menjadi ibukota Perancis pada masa pemerintahan Raja Louis XIV di adad-17 lalu, sebelum kemudian dikembalikan ke Paris ketika berakhirnya era monarki di Perancis yang ditandai dengan pecahnya Revolusi Perancis tahun 1789. 

Untuk menuju Versailles, saya harus menempuh perjalanan dengan kereta selama 1,5 jam dari Paris. Kemudian disambung dengan jalan kaki sepanjang 2 kilometer menembus udara dingin. Sayang sekali tidak ada ojek di negeri keju ini. Namun, pemandangan kota Versailles yang cantik dan trotoar yang lebar ramah pejalan kaki membuat perjalanan sekitar 20 menit itu terasa ringan saja.      

Istana Versailles / koleksi pribadi

Istana yang masuk dalam jajaran Situs Warisan Budaya UNESCO ini terdiri dari empat bagian, yaitu Grand Palace, Grand Trianon, Marie Antoinette's Estate, dan The Garden. Total luas areanya mencapai 800 hektar. Bandingkan dengan luas Taman Monas yang keseluruhannya adalah 80 hektar, hanya sepersepuluhnya saja. Saya sendiri tidak berselera menyambangi setiap sudut kompleks Istana tersebut. Selain jelas karena tidak tega dengan kaki saya, juga bisa makan waktu berhari-hari. 

Harga tiket masuk ke Istana Versailles 20, disarankan memesan tiket secara online untuk menghindari antrian panjang. Namun, karena kebetulan saya datang pada musim dingin yang notabene adalah low season, saya bisa membeli tiket langsung dari konter dengan mudah.

Hall of Mirrors, Versailles / koleksi pribadi

Memasuki Grand Palace, tak henti-hentinya saya terpukau oleh kemegahan istana yang sarat sejarah ini. Seluruh ruangan didekorasi mewah, dindingnya dipenuhi berbagai lukisan dan cermin besar. Setiap senti langit-langitnya dilukis dengan indah, dilengkapi dengan kandil besar-besar bergelantungan.

Sampai di kamar tidur Marie Antoinette, saya penasaran dengan bentuk tempat tidurnya yang unik, dan kalau dilihat, sepertinya sempit sekali untuk ukuran tubuh orang dewasa. Ternyata, orang-orang pada jaman itu percaya kalau tidur dalam posisi tiduran konon bisa berakibat kematian. Jadi mereka tidur dalam posisi duduk. Waduh! Gak kebayang pegalnya seperti apa, untung saya lahir di abad 20. Apalagi saat itu belum ada Geliga Krim, hehe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline