Besok malam waktu Indonesia (20 Januari 2017), atau pagi di Washington, Donald Trump, rangkayo dari Manhattan, New York, akan dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Presiden ke 45 Amerika Serikat. Kita semua mengikuti gegap gempitanya proses pemilihan Presiden AS ini yang berujung pada "duel" antara "poliitisi/birokrat" Hillary Rodham Clinton seorang wanita yang banyak makan asam garam di Pemerintahan (terakhir sebagai Menteri Luar Negeri atau Secretary of State di Kabinet Obama Jilid I,
dari Jan 2009 -hinggaFeb 2013). Barack Obama adalah saingan Hillary dalam Pilpres 2008, tetapi Hillary kalah oleh Obama dalam pemilihan Capres di tingkat Partai Demokrat. Dia juga pernah menjadi First Lady, isteri dari Presiden AS ke 42, Bill Clinton. Dia juga pernah menjadi Senator dari Negara Bagian New York. Hillary memang "kenyang" di politik dan birokrasi Pemerintah.
Ini pula yang menjadi "senjata" Donald Trump, kompetitornya dari Partai Republik. Slogan Trump selama ini adalah: "capek melihat politisi dan birokrat Washington". Ia juga menganggap rezim Obama, yang juga dicurigainya akan diteruskan oleh Hillary Clinton, adalah rezim yang sudah usang, penuh dengan kebohongan dan tidak membawa kemajuan, bahkan dia menuduh, Obama selama delapan tahun telah membawa Amerika Serikat ke dalam kemunduran yang tak termaafkan. Itu sebabnya dia ingin mengembalikan kejayaan AS masa lalu (mungkin merefer ke rezim Reagan, atau Bush Sr. dan Bush Jr.) dengan semboyannya yang kondang "Make America Great Again". Slogan ini didaftarkan dan dan dibuat Trade Mark-nya Donald Trump. Dia mengklaim itu adalah slogan orisinalnya, meskipun ternyata Reagan pernah memakai slogan itu dalam kampanyenya di masa Pilpresnya.
Mengapa Trump menggunakan slogan ini? Itu tadi. Trump mewakili kebanyakan masyarakat yang melihat kemunduran luar biasa perekonomian Amerika Serikat. Dia mewakili orang-orang yang merasa tersisih dan kehidupannya semakin terpuruk. Industri banyak yang gulung tikar. Tidak bisa bersaing dengan industri dari Asia terutama Cina, Jepang, dan Korea. Bahkan industriawan AS cenderung memindahkan aktivitas industrinya ke negara-negara tersebut karena biaya produksi yang jauh lebih kecil ketimbang dipertahankan di daratan Amerika. Hal yang sama juga memang dilakukan oleh industrialis Eropa, yaitu memindahkan usahanya ke Cina, atau negara-negara Asia lainnya.
Trump melihat negara-negara industri Asia sebagai ancaman, bukan kompetitor yang baik. Ia juga melihat pakta perdagangan seperti NAFTA (North America Free Trade Agreement) yaitu pakta perdagangan antara Canada, Mexico, dan Amerika Serikat tak ada manfaatnya bagi AS. Demikian juga TPP (Trans Pacific Partnership) yaitu kesepakatan 12 negara di kedua belahan Lautan Pasifik untuk kemitraan ekonomi dan perdagangan, dia anggap sebagai "racun" bukan "madu".
Singkat kata, Trump ingin mengembalikan kejayaan Amerika Serikat, terutama kejayaan ekonominya. Sebagai pengusaha, Trump melihat banyak hal yang sebenarnya harusnya menguntungkan bagi rakyat AS, eh, malah merugikan. Ini yang dia sebut "salah kebijakan di Gedung Putih", "ketinggalan jaman" dan merugikan Amerika. Apakah Trump penganut Proteksionisme? Bisa jadi. Boleh jadi juga dia tidak pernah tahu tentang teori ekonomi itu, tetapi dia merasakan sendiri fenomena dan gejala "kemerosotan ekonomi Amerika (Serikat)", oleh karena itu visinya adalah mengembalikan kejayaan Amerika Serikat dengan cara apapun.
Termasuk mengurangi pendanaan-pendanaan di semua aktivitas AS di panggung global. Dia bahkan mengatakan "NATO is obsolete" Pakta Pertahanan yang merupakan "bastion" bagi Eropa sejak Perang Dunia ke-2 itu dianggapnya sudah usang. Trump ingin men-"scrap", menghapus semua yang bersifat "cost center" bagi APBN-nya Amerika Serikat. Ia ingin menghemat pengeluaran, dan fokus kepada kesejahteraan rakyat Amerika Serikat. Bahkan kebijakan kesehatan Obama atau "Obamacare" juga akan dia bubarkan dan diganti dengan kebijakan yang lain. Begitu katanya. TEntu saja hal ini masih harus kita lihat pasca tanggal 20 Januari 2017 ini.
Trump juga ingin membatasi migran yang "nggak jelas" memasuki Amerika, terutama dari Meksiko dan dari Timur Tengah. Bahkan ia ingin mendeportasi banyak migran atau pengungsi yang "telanjur" masuk ke daratan Amerika.
Tentu saja semua bahan kampanye Trump selama ini membuat "gusar" Barack Obama dan semua di Partai Demokrat.
Apapun, Obama telah memimpin AS selama 8 tahun, dan banyak juga orang yang menyukainya, terutama di kalangan warga kulit hitam. Obama adalah orang kulit hitam pertama (meski ibunya adalah seorang kulit putih), meskipun di sisi lain banyak juga yang tidak suka dengan berbagai kebijakan luar negerinya. Barack Obama adalah presiden yang "cool" dan bersahaja, kata orang Amerika. Dia memang banyak menabrak aturan protokoler yang terkadang berbahaya bagi keselamatannya, seperti sering jalan kaki di antara Gedung Putih dan Capitol, atau pergi beli hamburger ke tempat-tempat umum. Itu juga yang membuat dia terkenal sebagai Presiden yang asyik dan "gaul". Dia juga suka musik, dan berjoget.
Obama akan tercatat sebagai Presiden yang baik. Tidak sempurna tentu, tetapi lebih dicatat sebagai pemimpin yang merakyat dan sederhana. Sayang sekali, orang-orang Indonesia tidak beruspaya mengambil manfaat untuk hubungan kedua negara (AS dan RI) dari kenyataan bahwa Barack kecil pernah tinggal di Menteng Dalam, bersekolah di SD Besuki, dan sekolah lain yang saya agak lupa.