Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada jaman sekarang ini, pada saat yang sama, berkembang juga dengan maraknya berbagai vitur atau konten dalam berbagai media sosial yang digenggam manusia ke mana-mana.
Harus diakui bahwa pada dasarnya, vitur atau konten apapun yang diciptakan dan diadakan, semuanya bermakna berharga, dan bernilai baik, ketika manusia menggunakannya dengan tepat dan baik pula untuk memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, ketika manusia menyalahgunakan itu semua, ia menciptakan harimau untuk dirinya sendiri.
Maka, seharusnya manusia yang mengendalikan media sosial bukan media sosial yang mendikte dan mengendalikan manusia. Manusia dianugerahi akal, akhlak, dan hati nurani untuk memilih dan menentukan sebuah vitur atau konten yang tersedia bagi dirinya. Bukan dirinya yang digunakan oleh konten untuk menghancurkannya.
Jauh sebelum manusia mengenal teknologi, pengetahuan, dan media sosial seperti saat ini, untuk mendapatkan dan mempergunakan apa saja yang menjadi kebutuhannya, manusia harus bersusah payah dan bekerja keras untuk mengusahakannya lewat beragam cara. Perlu banyak belajar dan bersosialisasi dengan melawan waktu dan jarak yang ada. Akan tetapi, semua itu berubah, selaras dengan majunya jaman. Segala sesuatunya sudah tersedia. Kalau butuh, tinggal klik dan persoalan selesai.
Tak dapat dipungkiri bahwa lewat media sosial manusia dapat belajar banyak hal. Mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan yang ilahi (agama), sampai dengan hal-hal yang duniawi, termasuk yang mengajarkan amoral, hingga bagaimana menghilangkan nyawa orang lain.
Lewat media sosial, seseorang dengan mudahnya dapat bertemu dengan Tuhan atau Allahnya lewat doa tetapi, lewat media sosial juga orang dapat menemukan sesuatu untuk membenci bahkan membunuh sesamanya.
Semakin lama, semakin disadari bahwa manusia bukannya mengendalikan media sosial tetapi manusia dikendalikan oleh media sosial itu. Lewat media sosial, manusia dengan mudah dan murah, dapat mengumbar kemarahan, kebencian, dendam, dan berbagai tindakan yang amoral dan tak berakhlak, kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja.
Terima atau tidak, pengguna media sosial Indonesia sudah dikenal di seantero Asia bahkan dunia, sebagai pengguna media sosial yang tak sopan. Hampir setiap saat, aparat hukum menciduk pribadi-pribadi tertentu yang tanpa pikir panjang melakukan ujaran atau perbuatan tak terpuji kepada pihak-pihak tertentu, bahkan kepada mereka-mereka yang menjadi simbol bangsa ini.
Hal yang sama, tak jauh berbeda dengan mereka yang menggunakan perkembangan teknologi dan media sosial untuk melakukan kekerasan bahkan teror dimana-mana.
Sepanjang tahun 2021, pihak Detasemen Khusus 88 anti teror sudah menangkap ratusan terduga teroris di tanah air. Dari mana mereka mempelajari semua itu? Jawabannya adalah media sosial. Lewat apa, mereka merenggut dan membodoh-bodohi orang-orang yang digunakan untuk mewujudkan niat dan maksud busuk mereka? Lewat media sosial juga.
Mengingat dan menimbang bahwa saat ini media sosial sangat mengancam keamanan, keutuhan, dan kesatuan bangsa yang tercinta ini maka, pihak Badan Intelijen Negara menetapkan kebijakan untuk melakukan patroli siber atas konten-konten yang berbau terorisme dan siapa saja yang salah menggunakannya untuk melakukan ujaran kebencian.