Hari itu saya dengan 9 orang teman lain menumpang kapal laut dari Pelabuhan Belawan, Medan menuju ke Tanjung Priok, Jakarta. Pada malam harinya, setelah semua teman sudah mengantuk dan tertidur, saya meninggalkan mereka, dengan maksud pergi ke pinggir kapal untuk mengirup udara pantai. Suasana kapal sudah sepi dan agak gelap.
Untuk sampai ke sana, saya harus menuruni beberapa anak tangga. Sebelum menjejakkan kaki pada anak tangga terakhir, sayup-sayup saya mendengar ada suara seseorang memanggil, nak,,, nak,,,! Katanya. Sayapun memalingkan wajah dan melihat ke arah darimana datangnya suara itu.
Saya terkaget-kaget dan hampir mengambil langkah seribu karena takut. Dalam kegelapan di bawah tangga itu, sedang duduk seorang kakek tua yang badannya berverban putih dari bagian bawah leher sampai ke ujung kakinya. Rambutnya telah memutih, hanya memakai sehelai celana pendek, dan seorang diri.
Setelah merasa tenang, saya pun memberanikan diri untuk mendekat dan bertanya, "ada apa kek"? "Tolonglah saya nak, saya belum makan dan minum. Saya tidak punya apa-apa", jawab si kakek malang itu. "Baiklah kek, saya akan menolongmu, tapi kakek bersabar ya, saya tidak bawa apa-apa saat ini. Saya akan pergi sebentar dan akan kembali", kata saya kepada si kakek itu.
Saya segera kembali ke ruang tidur, mengambil dompet dan mengeluarkan uang sebanyak Rp. 70.000 dan kembali menjumpai si kakek yang menyeramkan itu. Setibanya di sana, sayapun menyerahkan uang sejumlah itu dengan pesan, "kek... maaf ya, hanya inilah yang saya punya. Tapi saya janji, setiap saat saya akan datang mengunjungi kakek. Sekiranya kakek punya kekurangan, katakan saja. Saya akan membantu", demikian pesan saya. Si kakek hanya mengangguk, lalu saya menatap wajahnya sebentar dan berlalu pergi.
Saya selalu mengunjungi kakek itu setiap kali jam makan tiba dan memastikan bahwa si kakek tidak berkekurangan. Rupanya, apa yang saya lakukan, di amati oleh salah seorang bapak di kapal itu. Suatu saat, setelah saya menjumpai si kakek, bapak itu memanggil saya dan berkata, "hebat kamu anak muda. Begitu banyak manusia di atas kapal ini, tapi saya amati bahwa hanya kamu yang menolongnya", kata si bapak.
"Ah,,, biasa saja pak. Tidak ada manusia yang hebat. Apa yang saya lakukanpun bukanlah sesuatu yang luar biasa. Semua orang dapat melakukannya tetapi hanya tidak punya kesempatan seperti saya", sahutku kepada bapak itu, lalu sambil tersenyum, saya meninggalkannya.
Pada malam terakhir di atas kapal, ketika saya mengunjungi si kakek pada jam 11, ia berpesan kepada saya, "besok pagi jam empat, kamu datang menjumpai saya ya,,, ada sesuatu yang ingin kuberikan kepadamu", katanya. "Baik kek, saya akan datang", sahut menyahut, sambil menatap kedua bola mata lelaki misterius itu sebentar dan kembali ke kamar.
Tepat jam 4 pagi, saya datang menjumpai si kakek itu. Setelah duduk berhadapan dengannya, ia pun mengeluarkan sebuah kotak berisi tiga buah batu kecil yang terbungkus rapi dengan kain, lengkap dengan tiga botol kecil berisi minyak wangi dan menyerahkannya kepada saya. "Ini hadiah untuk kamu laki-laki muda. Kamu telah menolong saya. Simpanlah kotak ini baik-baik. Apa yang kamu cita-citakan dan kerjakan akan berhasil", katanya.
Saya ketakutan menerima hadiah misterius itu. Perasaan saya bercampur aduk. Dengan tangan gemetar, saya menerimanya, sambil berkata, "kek, saya harus segera pergi. Saya tidak mau ada yang melihat kita. Saya takut. Tapi, setibanya nanti di Tanjung Priok, kakek tidak boleh kemana-mana. Tunggu saja saya di sini. Saya akan menurunkan tas saya, dan saya akan datang menjemput kakek", demikian saya berpesan kepada si kakek sebelum meninggalkannya.
Setibanya di Tanjung Priok, secepatnya saya menurunkan tas saya, lalu kembali menjumpai si kakek. Tetapi sayang, si kakek tidak ada lagi di tempat biasanya.