Lihat ke Halaman Asli

Arofiah Afifi

Guru Paud.

Pohon Jambu yang Ditanam Abah

Diperbarui: 26 Agustus 2024   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku dan beberapa tetangga sedang sibuk di dapur. Menyambut kedatangan keluarga besar dari calon suami adikku. Hari ini adalah hari lamaran Sekar, anak mama paling bungsu, adik tepat di bawahku. Ketiga kakakku meluangkan waktu dari kesibukan kerjanya, untuk acara besar tersebut. Tentu saja tidak ingin melewatkan momen spesial dan membuat adik bungsu mereka, yang manja itu kecewa.

Acara lamaran berlangsung hikmat, berlanjut dengan diskusi penanggalan pernikahan. Setelah menemukan kata sepakat, dua keluarga menyantap hidangan, ramah-tamah dan akhirnya mereka pamit pulang.

Di sela gurauan kami, kakak sulung mengarahkan pandangan ke luar rumah dan seperti sedang berpikir.

"Dua pohon jambu itu harus ditebang, agar halaman jadi luas dan cukup untuk menampung tamu undangan, juga pelaminan," ucap kakak sulungku di sela canda tawa kami.

Deg! Ada keresahan aku rasakan mendengar ucapan kakak.

"Jambu? Ditebang?" tanyaku memastikan.

"Iya, Dek. Halaman rumah kita ga cukup luas kalo ada pohon,"  kakak menjelaskan "mau pasang tenda di mana? Halaman tetangga?" ucapnya menegaskan.

"Ih, sayang lah, Kak. Itu jambu kan, selalu berbuah lebat!" protesku.

"Mau gimana lagi? Cuma pohon jambu, ini!"

 Aku tak lagi berkomentar, keputusan sudah final bahwa dua pohon jambu di halaman harus ditebang.

"Huh!" Aku hembuskan nafas kesal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline