Lihat ke Halaman Asli

Arofiah Afifi

Guru Paud.

KKN Bermula Luka dan Cinta Menyapa

Diperbarui: 1 Juni 2024   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar. Pixabay


Usiaku empat puluh lima tahun kini. Kesibukan sebagai ibu rumah tangga dan guru SD, Alhamdulillah telah dikaruniai tiga anak yang beranjak dewasa.

Malam hari menjelang waktunya istirahat. Gawaiku berbunyi.

Ting!

Segera kulihat siapa gerangan yang menganggukku  malam begini. Tertera sebuah pesan dengan nomor tanpa identitas. Biasanya aku malas sekali jika ada pesan tak dikenal. Namun kubaca juga chat tersebut.

[Assalamualaikum Maharani. Ini aku Raja. Pujaan hatimu sejak KKN dulu.]

"Raja? KKN?" Aku bermonolog.
Mengingat namanya, hatiku seketika berdesir. Sebuah nama yang pernah bertakhta indah dalam singgasana hati. Memoriku berlari pada masa dua puluh tiga tahun silam.

Kisah kami berawal dari saat KKN, Kuliah Kerja Nyata. Seperti kebanyakan kampus, mahasiswa KKN ditugaskan di daerah-daerah pelosok. Begitu juga kami bersama dua puluh mahasiswa. Kebetulan ketua kelompok adalah seorang pemuda yang cukup ganteng pada masanya. Berkulit putih mulus tanpa jerawat, bermata tajam bagai elang, perawakan tinggi, ditambah karakter tegas dan baik hati. Lengkap sudah ketua KKN  betul-betul menjadi impian para gadis. Namanya Raja dan namaku Rani. Raja dan Rani sungguh nama yang serasi bukan?

Interaksi kami biasa saja antar ketua dan anggota pada umumnya. Suatu hari, kelompok KKN mengadakan kerja bakti membersihkan selokan, parit dan sungai-sungai desa. Raja pulang dalam keadaan penuh darah di tangan dan menodai bajunya. Mereka para perempuan menyambut dengan panik. Mendengar keributan di luar, aku yang di dapur berusaha mencari tahu ada apa gerangan.

"Ukh!" Melihat ketua tidak baik-baik saja, segera aku mengambil kotak P3K dari tempatnya.  Segera aku terobos kerumunan anak-anak. Dengan cekatan aku memberikan pertolongan pertama pada Raja. Dibersihkannya luka di tangan kanan sang ketua, yang berdarah dengan air bersih. Diberi obat merah dan dibalut dengan kain kasa.

"Aduh sakit!" Raja meringis saat kubalut lukanya mungkin terlalu keras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline