Likuifaksi atau tanah ‘bergerak’ adalah fenomena yang erat kaitannya dengan bencana gempa bumi. Tepatnya, likuifaksi ialah bencana setelah terjadinya gempa bumi atau dalam geologi disebut dengan colateral hazard. Fenomena likuifaksi dapat sederhananya diartikan sebagai perubahan tanah atau endapan sedimen yang padat menjadi material yang seakan berubah seperti cairan (liquid) akibat terjadinya gempa bumi . Likuifaksi juga dapat diartikan sebagai fenomena suatu tanah kehilangan banyak kekuatan (strenght) dan kekakuan (stiffness) dalam waktu yang singkat. Pasir bereaksi dan terjadinya peningkatan tekanan air pori sebagai akibat dari gaya geser saat gempa bumi. Gaya siklik dalam waktu yang singkat ini berakibat hilangnya banyak kekuatan atau kekakuan tanah sehingga struktur di atasnya menjadi tidak stabil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi likuifaksi
Saat terjadinya gempa dengan kekuatan yang besar, tidak semua daerah akan mengalami likuifaksi. Tentu terdapat faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab suatu daerah atau wilayah berpotensi mengalami likuifaksi saat terjadinya guncangan gempa dahsyat terjadi. Faktor-faktor yang menjadi penyebabnya antara lain:
- Karakteristik, durasi, dan intensitas gempa bumi.
Tanah akan mengalami likuifaksi jika diberikan getaran. Sifat gerakan tanah seperti percepatan dan durasi gempa dapat mempengaruhi regangan geser yang mengakibatkan reaksi antarpartikel tanah serta peningkatan tekanan air pori berlebih yang akhirnya menyebabkan likuifaksi. Potensi likuifaksi juga bergantung pada lama gempa. Semakin lama gempa maka semakin besar potensi terjadi likuifaksi.
- Muka air tanah.
Hal yang paling rentan untuk likuifaksi yakni permukaan yang dekat dengan muka air tanah karena tanah tidak jenuh yang terletak di atas permukaan air tanah tidak akan mengalami likuifaksi.
- Jenis tanah.
Menurut Ishira (1985), peristiwa likuifaksi yang pernah terjadi selama gempa bumi telah ditemukan dalam endapan yang terdiri dari pasir halus dan sedang serta pasir yang mengandung rasio plastisitas rendah. Oleh karena itu, jenis tanah yang rentan terhadap likuifaksi yakni tanah nonplastis. Diperkirakan, tanah nonkohesi yang rentan terhadap likuifaksi adalah pasir bersih (clean sands), pasir berlumpur nonplastis (nonpalstic silty sands), lumpur nonplastis (nonplastic msilt) dan kerikil (gravel).
- Kepadatan relatif awal
Tanah nonkohesif dengan kepadatan relatif yang lepas, rawan terhadap likuifaksi. Tanah yang memiliki Dr besar akan akan menyebabkan tahanannya terhadap potensi likuifaksi juga besar.
Kerusakan yang Terjadi Setelah Likuifaksi
Gempa Palu-Donggala terjadi pada 28 September 2018 pukul 18:02 waktu setempat dengan kekuatan (Magnitudo) Mw 7.5 dengan analisis geologi menunjukkan bahwa gempa terjadi pada sesar geser Palu-Koro di arah utara-selatan, memanjang melalui Kota Palu dan wilayah lain di Provinsi Sulawesi Tengah. The United States Geological Survey (USGS) menyatakan pusat gempa terletak kurang lebih 72 km di sebelah utara kota Palu dengan kedalaman mencapai 10 km, serta pergeseran sesar menyentuh angka 150 km. Gempa yang terjadi tersebut memicu longsor besar yang menyebabkan bangunan runtuh dan gelombang tsunami dengan kerusakan besar di wilayah pantai di Teluk Palu, Sulawesi Tengah.
Di Sulawesi Tengah, kerugian ekonomi akibat gempa Palu senilai $911 Juta. Sementara dilansir Jakartapost (2019), wilayah dengan dampak paling banyak di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.
Dampak Langsung Terhadap Masyarakat