Lihat ke Halaman Asli

Swasti

Swasti

Apakah Hukum Karma Itu Selalu Berlaku?

Diperbarui: 16 Maret 2017   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://india24hourslive.com/technology/links/reciprocal-links/

Siang ini saya membaca artikel tentang eksistensi atas karma:  ‘Apakah karma itu ada?’

Terlepas dari masalah agama atau kepercayaan apa pun, karma mengandung simbol atas Hukum Keseimbangan, seperti yang lazim ditemui pada peristiwa-peristiwa fisika, kimia, atau biologi sekalipun.

Karma diartikan secara bersahaja: bahwa kejahatan akan terbalaskan  dengan kejahatan.

Ada beberapa hal yang menarik untuk dijadikan pertanyaan disini:

  1. Apakah balasan tersebut berlaku di alam nanti (kita mengenalnya sebagai ‘akhirat’) atau langsung terbalaskan di dunia ini?
  2. Apakah yang diartikan dengan kata ‘balasan’ itu bernilai ‘setimpal’ ?
  3. Waktu pembalasannya : sekarang atau masih lama datangnya?
  4. Apakah karma hanya berlaku untuk tindakan negatip, tapi tidak untuk tahap pikiran negatip/yang tidak kelihatan (misalnya, berharap agar hal-hal buruk menimpa pada seseorang, misalnya) ?
  5. Apakah karma selalu dikaitkan dengan kenegatipan/ keburukan ?

Berikut ini adalah jawaban-jawaban sederhana untuk kelima pertanyaan di atas:

  1. Jika seseorang dizalimi, biasanya dibalaskan di tempat (sangat duniawi).  Akan tetapi, jika ia tak membalas, muncul kemungkinan bahwa ‘publiklah yang membalas’ (karena memperoleh simpati publik). Resiprokal.
  2. Ternyata balasan itu tidak harus bersifat fisik (fisik dibalas fisik) tetapi bisa juga dalam bentuk dimensi lain, misalnya diskredit, dikucilkan, tidak dipercaya lagi, kehinaan, rasa malu, dikejar-kejar rasa bersalah (guilty), dan sejenisnya.
  3. Karma bisa dilihat sebagai proses. Balasan untuk sikap buruk seseorang, bisa jadi akan memilih waktunya. Tidak harus saat itu juga atau bersifat instan. Ini lebih berbahaya, karena tidak terasa.
  4. Ternyata pikiran jahat (negatip) bisa berbalik kepada dirinya sendiri, dalam bentuk: menjadikannya sebagai seseorang yang bersifat pemarah, uring-uringan, … stress sendiri…
  5. Tak perlu rumit memikirkan keburukan, lebih baik fokus pada kebaikan, toh kebaikan lebih mudah dikerjakan. Kita yakin bahwa kebaikan akan terbalas dengan kebaikan.

Demikianlah, tulisan di atas bukan murni hasil pikiran saya, kecuali point nomer 5, adalah pertanyaan pribadi saya.

Catatan:

Mohon maaf jika bahasa yang digunakan tidak tepat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline