Mentari di ufuk barat baru saja memasuki peraduannya di balik gunung Viklak yang hijau. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi baru, baru saja kembali dari menikmati aliran air segar yang mengalir dari gunung tersebut, sekedar menyegarkan tubuh yang penat sehabis kerja bakti sepanjang hari ini.
Di lapangan bola yang tidak terlalu luas, sebagian lagi dari mereka sedang menikmati gelak tawa dan canda, mengingat kembali kejadian-kejadian lucu dalam melaksanakan praktek kerja pengabdian pada masyarakat hari itu. Hingga rembulan menampakkan wajahnya yang cantik di langit yang berwarna biru tua, mereka masih saja di sana. Sebagian dari mereka duduk, sebagian lagi berbaring tanpa alas di atas rumput yang cukup kering oleh sengatan sinar matahari siang. Di kiri-kanan mereka, tenda-tenda hasil pinjaman dari pos TNI, telah terpancang dengan kokohnya sejak sore tadi. Tiba-tiba gelak tawa dan canda itu pun di pecahkan oleh suara seorang mahasiswi baru yang berlari ke arah merek sambil memanggil:
Rara : Kak..., kak...., ada yang sakit!
Mahasiwa Senior : (Panggilan itu di sambut dengan pertanyaan serempak) Siapa...?
Rara : Si Ida kak, tuh di tenda nomor dua
Carla : Sakit apa?
Rara : Ga tau kak, tuh lagi teriak-teriak
Dalam beberapa detik kemudian, semua Mahasiswi yang tadinya duduk di lapangan, telah berhamburan masuk ke dalam tenda nomor dua.
Lisa : Dik..., Ida...., kamu kenapa?
(sambil memegang tangan Ida dan menepuk-nepuk pipinya,
karena mata Ida mulai terkatup dengan erat)
Ida : Jangan... jangan mendekat...
(matanya tiba-tiba terbuka dan bergerak-gerak liar sambil
memandang ke salah satu sudut tenda itu).
Kak tolong aku, aku tak mau ikut dengan
mereka. Jangan bawa aku..., tidak.... tol....ong....
Teriakan itu dalam sekejap menjadi sebuah kesunyian yang membekukan mulut dan matanya. Badan Ida terus meronta-ronta. Sekarang dengan suara yang keras, ia minta untuk dilepaskan. Sementara itu beberapa orang mahasiswa berusaha dengan sekuat tenaga memegang tangan dan kakinya yang terus meronta-ronta dengan kekuatan luar biasa yang tak mungkin dimiliki oleh seorang wanita biasa.
Ida : (Dengan mata yang terus terpejam) Lepaskan aku kak...,
lepaskan aku..., aku mau pergi..., aku harus pergi ke pesta itu.
Shanti : Ida..., di sini tidak ada pesta
Ida : Tujuh dewa dari gunung Viklak telah turun, mereka telah datang tuk
menjemputku. Aku akan dijadikan mempelai wanita tercantik dalam
pesta malam ini. Lepaskan aku, aku mau pergi kak..., aku mau jadi
pengantin dewa gunung..., mereka telah ada di sini tuk menjemputku.
Sore tadi, Ida dan beberapa mahasiswi telah diperingatkan oleh penduduk setempat untuk tidak terlalu berisik ketika mandi di bawah kaki gunung Viklak. Apalagi mereka baru pertama kali datang ke tempat itu, tapi rupanya mereka tak memperhatikan peringatan tersebut. Di bawah pimpinan Ida yang kocak, mereka menikmati aliran air yang sejuk di kaki gunung sambil bercanda-tawa tanpa memperdulikan sekelilingnya.
Apakah sang dewa merasa terganggu dengan kehadiran mereka? ataukah ia ingin mengadakan pesta penyambutan bagi tamu-tamunya, sekaligus memilih calon mempelai baru?
Alam semesta adalah milik Sang Khalik
Nikmatilah dengan rasa syukur hanya kepada-Nya
maka engkau tak akan ditawan oleh sang tiruan