Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Susah Bangun Sahur, Coba Perciki Air dan Jejali Garam

Diperbarui: 1 Mei 2021   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika dibangunkan masih molor (sebuah ilustrasi, Bobo-grid.id)

Makan sahur sebenarnya fungsinya sama dengan makan pada saat berbuka puasa yaitu menambah asupan nutrisi (gizi dan energi) agar tubuh lebih kuat saat menjalankan ibadah puasa pada keesokan harinya, mulai dari terbit fajar (imsak) sampai matahari terbenam (maghrib). 

Kadang seorang muslim merasa berat (malas) untuk makan sahur karena harus bangun di tengah malam atau sepertiga malam terakhir, akhirnya dipilih untuk terus tidur. Padahal makan sahur tidak sekadar menambah asupan nutrisi dan energi melainkan di dalamnya juga mengandung banyak keberkahan. 

Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa setiap muslim yang niat berpuasa hendaknya membangunkan dirinya untuk makan sahur meski hanya minum seteguk air karena Allah dan para malaikat bersholawat untuk orang-orang yang sahur. 

Bangun di tengah malam atau sepertiga malam yang terakhir merupakan waktu yang mustajabah untuk mendirikan sholat malam, berdzikir, beristighfar, membaca Al-Quran dan berbagai amalan bermanfaat lainnya. 

Tradisi membangunkan orang untuk sahur 

Sebagian daerah di Indonesia, khususnya di Gresik (Jatim), dimana kami tinggal, sudah menjadi kebiasaan atau tradisi masyarakat di sini untuk membantu membangunkan orang sahur dengan "klotekan" yakni membunyikan beragam alat-alat seadanya namun kompak sehingga enak didengar. 

Alat-alat yang digunakan untuk klotekan antara lain : potongan bambu, galon kosong, besi, kaleng, cerigen, ketipung dari potongan pipa paralon berdiameter besar (kira-kira 5 inch) dan peralatan lainnya. 

Klotekan kadang hanya menggunakan potongan bambu, ukulele, gitar dan ketipung. Sebagian masyarakat menyebut klotekan keliling kampung (desa) dengan istilah patrol. 

Selain dengan klotekan, tradisi membangunkan orang sahur dilakukan dengan bantuan alat loudspeaker (pengeras suara). 

Seorang announcer masjid atau mushola memberikan pengumuman kepada warga melalui speaker tadi waktu sahur dan imsak.  

Cara membangunkan orang sahur dengan klotekan (patrol) dan pengeras suara masjid memang sudah dianggap tradisi. Tapi sebagian orang kadang merasa tidak cocok dengan cara ini karena baik klotekan maupun pengumuman lewat speaker masjid menimbulkan suara berisik dan hanya mengganggu warga yang sedang beristirahat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline