Masyarakat terutama kaum muda yang hidup di zaman now lebih familiar dengan makanan-makanan produk asing. Mereka lebih antusias dengan cheese burger, sushi, spagetti dan masih banyak lagi kuliner asing yang populer di tengah masyarakat kita.
Mereka yang telanjur gandrung dengan makanan produk asing, mungkin merasa prestisenya naik setelah mengonsumsi kuliner asing itu. Bagaimana dengan nasib kuliner tradisional?
Seiring dengan berjalannya sang waktu, makanan asing semakin populer dan bisa diterima oleh sebagian masyarakat kita. Sementara makanan khas daerah (kuliner tradisional) kurang terangkat atau bahkan dikhawatirkan akan semakin tergerus zaman.
Beruntung sekali masih ada sebagian kalangan yang menunjukkan sikap peduli (care) terhadap kuliner tradisional sehingga tetap eksis meski tidak begitu populer. Mereka yang menaruh perhatian memungkinkan makanan daerah tersebut tetap lestari dan mendapat tempat tersendiri di relung-relung hati para penikmatnya.
Diantara ribuan atau bahkan puluhan ribu kuliner tradisional yang tersebar di berbagai pelosok nusantara, salah satunya yang perlu kita jaga kelestariannya ialah kue serabi.
Barangkali ada yang belum tahu, apa itu kue serabi, apa keistimewaannya dan bagaimana cara membuatnya.
Kue serabi merupakan makanan yang dibuat dari adonan yang menggunakan tepung beras dan santan kelapa. Sebagian orang ada yang mencampurnya dengan sedikit terigu dan tapioka (kanji) katanya biar kenyal dan tambah maknyus.
Pada awalnya, serabi dibuat dengan dengan dua macam rasa yakni manis dan biasa (sedikit asin). Seiring dengan perkembangan zaman dan agar makanan (kue) tradisional tak kalah dengan makanan asing maka penjualnya mulai berkreasi dengan meningkatkan mutu layanan dan varian rasa termasuk juga toping serabi itu sendiri.
Setiap daerah di Indonesia ini mungkin memiliki kuliner kue serabi hanya saja namanya yang berbeda-beda. Di Jawa Timur misalnya, umumnya masyarakat di provinsi ini menyebutnya dengan nama kue srebeh. Masyarakat di Jawa Tengah, khususnya daerah Solo menyebutnya dengan nama serabi. Sementara masyarakat kota kembang Bandung menyebutnya dengan nama surabi.
Apapun nama atau istilah untuk kue serabi harusnya tidak menjadi masalah. Yang perlu diperhatikan justru bagaimana lebih mencintai beragam kuliner tradisional itu tak terkecuali kue serabi dan upaya pelestariannya.
Kali ini saya mencoba mengulik kue serabi kampung yang kabarnya asli Kota Bojonegoro, Jawa Timur.