Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Bertualang dalam Terminal Gegara Enggak Dapat Bus

Diperbarui: 2 Juni 2019   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanan tradisional (Sumpil) yang bikin kangen mudik (dok.pri)

Tradisi mudik bukan semakin memudar malah jumlah pemudik semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.  

Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah pemudik, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berpartisipasi dengan menggulirkan program mudik gratis. Seperti dilansir merdeka.com, tak tanggung-tanggung untuk tahun ini dana yang digelontorkan mencapai 34 miliar. Jumlah ini mengalami kenaikan yang pada tahun sebelumnya mencapai 27 miliar.  

Jumlah kuota pemudik gratis juga mengalami kenaikan sebesar 18 persen yang tahun lalu berjumlah 44.000 orang, tahun ini kuotanya meningkat menjadi 54.000 orang. Kota tujuan pemudik gratis juga mengalami peningkatan, mencakup beberapa kota besar di Sumatera antara lain Lampung, Padang dan Palembang. Pada tahun ini mencapai 40 kota, sementara tahun sebelumnya hanya 32 kota.  

Selain Kemenhub, program mudik gratis juga dijalankan oleh swasta dan Kementerian BUMN. Perusahaan jamu kenamaan di Jawa Tengah juga memberangkatkan puluhan ribu pemudik gratis.  

Sebanyak 104 BUMN telah memberangkatkan sekitar 250 ribu pemudik gratis yang tersebar ke 46 kota di luar Jawa dan 36 kota di Jawa. Untuk program mudik gratis ini, Kementerian BUMN mengeluarkan anggaran sebanyak 100 miliar rupiah.

Pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai pemudik  
Kami termasuk orang yang belum pernah merasakan betapa nikmatnya menjadi pemudik gratis. Apalagi pada tahun 2019 ini, kabarnya nih para peserta mudik bareng nan gratis itu mendapat fasilitas tambahan berupa uang saku sebesar 400 ribu rupiah perorang.  

Selama ini kami mudik dengan biaya sendiri alias swadaya murni. Moda transportasi yang kami gunakan berupa kereta api dan bus, jadi bukan kendaraan pribadi.  

Perjalanan mudik (pulang kampung) dengan menggunakan kereta api (KA) relatif tak mengalami kendala berarti bahkan terasa nyaman meski duduk di bangku kelas ekonomi namun ruangan gerbong tetap ber-AC lengkap dengan toilet yang cukup bersih dan pastinya sudah nggak pesing lagi.

Perjalanan pulang kampung dengan menggunakan alat transportasi berupa bus juga pernah kami lakukan. Saat berangkat dari Surabaya menuju kediaman istri di Jawa Tengah perjalanan relatif lancar mengingat rumah kami berada tidak jauh dari pangkalan (pool) bus sehingga armada bus tersedia dalam jumlah yang cukup.  

Perjalanapun terasa semakin nyaman karena bus dilengkapi fasilitas WiFi, AC, TV (DVD), air mineral, snack dan makan di restoran. Pak sopirpun mengendarai bus dengan cukup kencang namun tetap penuh kewaspadaan (hati-hati). Sehingga kami cepat sampai ke kampung halaman istri.
Saat pulang kembali ke Surabaya, cobaan mulai datang he..he.. . Kami coba menghubungi beberapa PO. bus namun petugas di sana menyatakan bahwa semua tempat duduk sudah habis.  

Akhirnya kami berinisiatif naik bus sekenanya, pikir kami masak iya nggak dapat tumpangan. Dari kediaman mertua di Jateng tidak serta merta langsung dapat tumpangan bus jurusan Surabaya melainkan semua bus hanya berhenti sampai Jogyakarta. Kami masih harus oper lagi dengan bus lain agar bisa segera sampai ke Surabaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline