Sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW, Islam semakin berkembang hingga ke berbagai pelosok dunia termasuk ke Indonesia. Sebelum perkembangan Islam menjadi pesat karena jasa para Wali Songo (Wali Sembilan), ketika nusantara masih di bawah pengaruh kerajaan Hindu atau Budha, sekitar abad ke-11 atau 12, di Desa Leran, Manyar -- Gresik masuklah gadis pejuang Islam yakni Siti Fatimah Binti Maimun atau masyarakat Jawa menyebutnya dengan Putri Retno Suwari.
Sayangnya di usia yang sangat belia (18 tahun) sang putri harus pulang ke Rahmatullah. Nisan Siti Fatimah Binti Maimun diperkirakan merupakan nisan Islam tertua di Indonesia.
Beberapa abad kemudian datanglah Maulana Malik Ibrahim atau yang berjuluk Sunan Gresik untuk mensyiarkan Islam di Gresik dan Pulau Jawa pada umumnya. Menurut catatan sejarah, Maulana Malik Ibrahim merupakan wali pertama dari kelompok Wali Songo yang pernah ada di Pulau Jawa. Barulah setelah perjuangan beliau dilanjutkan oleh anggota Wali Songo lainnya.
Masa kecil Sunan Giri
Cerita masa kecil Sunan Giri ini terbilang sangat unik. Beliau memiliki ayahanda bernama Syeh Maulana Ishak. Maulana Ishak memperistri Dewi Sekardadu yang putri seorang Raja Blambangan, mungkin kalau sekarang bernama Kota Banyuwangi.
Menak Sembuyu sebagai ayahanda Dewi Sekardadu tidak merestui hubungan putrinya dengan Maulana Ishak meski demikian kedua anak manusia itu telanjur menjadi suami-istri hingga Dewi Sekardadu mengandung. Untuk menyelamatkan bayinya, Dewi Sekardadu melarung (membuang) sang bayi laki-laki tadi ke laut. Namun beliau tak sampai hati sehingga ikut menceburkan diri ke laut pula.
Nah, di dunia maya berkembang beberapa versi cerita yang berbeda mengenai masa kecil Sunan Giri ini. Ada yang mengatakan kalau pada akhirnya jasad ibunda Sunan Giri itu dibawa oleh sekelompok ikan keting dan terdampar di sebuah kawasan yang kini bernama Desa Ketingan Sidoarjo.
Versi lain mengatakan kalau Dewi Sekardadu tidak ikut menghanyutkan diri tidak lama setelah bayi Sunan Giri dihanyutkan ke laut melainkan menghabiskan masa hidupnya dan meninggal di Blambangan.
Cerita kemudian berlanjut, aneh bin ajaib bayi laki-laki Dewi Sekardadu yang dilarung ke laut Blambangan ternyata ditemukan oleh beberapa awak kapal yang menjadi anak buah Nyai Ageng Pinatih.
Rupanya peti kayu yang berisi bayi mungil laki-laki itu diombang-ambingkan ombak dan akhirnya sampai di perairan Gresik.
Beberapa awak kapal Nyai Ageng Pinatih terkejut bukan kepalang ketika mendapati peti kayu itu ternyata berisi seorang bayi laki-laki.