Menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan sejatinya ialah menahan diri dari rasa haus dan lapar serta semua hal yang membatalkan atau merusak pahala puasa.
Hal-hal yang bisa membatalkan atau merusak pahala puasa selain makan dan minum, salah satunya yaitu : sedang amarah atau bertengkar (berseteru). Seseorang mungkin bisa dengan mudah menahan dirinya dari makan dan minum namun menahan diri dari rasa amarah bukanlah perkara mudah.
Amarah ibarat jilatan api yang sedang bernyala-nyala, meluluh-lantakkan semua yang ada. Dalam sekejap saja bisa menghancurkan segala yang dimiliki oleh seorang manusia. Apakah itu ikatan pernikahan, tali persaudaraan, dan persahabatan. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Begitu banyak kejadian kriminal yang disebar-luaskan oleh media, yang ternyata setelah diusut oleh pihak kepolisian bersumber dari alasan sepele dan kemarahan sesaat.
Sedemikian dahsyatnya dampak buruk yang ditimbulkan oleh seseorang yang sedang marah atau amarah sampai-sampai Ibnul Qayyim dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa : "kemarahan itu membinasakan. Dia mampu merusak akal sebagaimana khamr (minuman keras) mampu menghilangkan kesadaran".
Puasa meredam amarah
Amarah membutuhkan energi. Seseorang yang perutnya dalam kondisi kenyang lebih memungkinkan (cenderung) untuk mudah berbuat amarah ketimbang saat kondisi tubuhnya lemas (loyo) karena sedang menjalankan ibadah puasa. Meski demikian kita juga pernah mendengar kabar bahwa karena alasan tuntutan perut yang lapar (ekonomi) maka seseorang nekat melakukan pencurian.
Dengan menjalankan ibadah puasa diharapkan seorang muslim dengan kondisi tubuh yang sedikit lemas tadi akan ditempa mentalnya untuk sabar mengendalikan hawa nafsunya. Tak hanya nafsu seksual saja melainkan juga nafsu amarah
Orang yang suka (biasa) marah atau disebut pemarah, mungkin rasa amarahnya akan lebih sulit untuk dihilangkan atau dikendalikan. Berbeda dengan seseorang yang sedang marah biasa. Orang tadi hanya melampiaskan rasa amarahnya karena alasan tertentu.
Karena konflik atau urusan yang sepele saja bagi seorang pemarah mungkin sudah bisa menyulutkan api amarahnya.
Mungkin sudah menjadi wataknya, orang Jawa bilang "wis dadi watek e' senengane' ngamuk" (sudah menjadi wataknya suka marah, red).
Ada plesetan (guyonan) ala Jawa juga. "Yen watuk iso cepet diobati nanging watak ora iso waras" (sakit batuk mudah diobati tapi kalau watak susah sembuhnya atau bahkan tidak bisa diobati, red).
Entah ini mitos atau fakta, karena penyakit darah tinggi (hipertensi) nya kambuh maka orang tadi bawaannya marah melulu (suka marah). Upaya pencerahan (bimbingan dan nasehat) sangat diperlukan untuk orang-orang yang memang berwatak sebagai pemarah. Mungkin semua itu butuh waktu dan proses yang tidak sebentar.
Memohon kepada Allah dengan sholat atau berdoa. Bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin. Karena Allah sajalah yang sanggup membolak-balikkan hati (qalbu) hamba-hambanya. Berkat hidayah Allah, maka bisa saja seseorang yang tadinya berwatak suka marah (pemarah) akan menjadi lunak dan lembut hatinya.